Bagikan:

JAKARTA - Eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate, dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi proyek base transceiver station (BTS) 4G dan infrastuktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5. Sehingga, Majelis hakim menjatuhkan sanksi pidana penjara selama tahun penjara.

"Menyatakan terdakwa Johnny G Plater terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa (Johnny G Palte) selama 15 tahun," ujar Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 8 November.

Tak hanya pidana penjara, Johnny G Plate juga dijatuhi sanksi denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Kemudian, membayar uang pengganti sebesar Rp15,5 miliar. Apabila tak memiliki kesanggupan diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.

Dalam amar putusan, majelis hakim menyakini Johnny G Plate telah memperkaya diri, orang lain, atau korporasi yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp8 triliun.

Sehingga, perbuatannya dianggap memenuhi unsur Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Di balik putusan itu, majelis hakim memiliki pertimbangan memberatkan dan meringankan bagi Johnny G Plate.

Untuk hal memberatkan, politisi NasDem itu dinilai tidak membantu program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, tidak mengakui kesalahannya dan tak merasa bersalah.

"Terdakwa terbukti meminta uang kepada terdakwa Anang Achmad Latif Dirut Bakti," sebutnya.

Sementara hal meringankan, Johnny G Plate dianggap sopan dalam persidangan dan merupakan kepala rumah tangga.

"Uang yang diterima sebagaimana pengakuan untuk bantuan sosial," kata Hakim Fahzal.

Pada persidangan pembacaan nota pembelaaan, Johnny G Plate sempat menyinggung soal banyak anggapan yang menyebut penetapannya sebagai tersangka di kasus dugaan korupsi proyek BTS 4G bernuansa poltik.

Diketahui, Johnny G Plate merupakan kader Partai NasDem yang mengusung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai Calon Presiden dan Wakil Presiden dalam kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

"Selain itu, mengingat sejak awal saya ditetapkan sebagai tersangka, tidak dapat dipungkiri begitu banyak pendapat-pendapat yang mengatakan bahwa penetapan saya sebagai tersangka tidak terlepas dari situasi politik yang sedang terjadi pada saat itu," ungkapnya.

Bahkan, usai membaca surat tuntutan yang dianggapnya telah mengabaikan fakta persidangan, Johnny terpikir bila memang ada kemungkinan unsur politis di balik kasus yang melibatkannya tersebut.

"Setelah melihat isi surat tuntutan penuntut umum yang mengabaikan seluruh fakta persidangan, timbul pertanyaan baru dalam diri saya, apakah sesungguhnya benar pendapat yang beredar luas bahwa saya dijadikan tersangka kemudian terdakwa, dijadikan seorang pesakitan, dituduh sebagai koruptor, hanya karena alasan politik," sebutnya