Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Luar Negeri Qatar mengatakan pada Hari Minggu, tanpa "masa tenang" di Jalur Gaza, Palestina, para mediator tidak akan bisa menjamin pembebasan sandera Israel yang ditahan di sana.

"Setiap pembebasan sandera harus dikaitkan dengan periode tenang yang memungkinkan pembebasan sandera berhasil, sesuatu yang sudah lama tidak kita lihat," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar Majed Al Ansari kepada wartawan, melansir Reuters 6 November.

Sementara itu, Perdana Menteri Qatar Syeikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani mengatakan pada Hari Minggu, perundingan tersebut berisiko gagal karena serangan Israel dan informasi salah yang beredar mengenai perundingan tersebut.

"Proses mediasi ini berisiko mengingat tersebarnya laporan palsu dan kebocoran mengenai perundingan, selain rumitnya situasi lapangan akibat praktik tentara pendudukan Israel," jelas pria yang juga menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Qatar tersebut.

Qatar, yang mendapat kritik karena menampung pejabat tinggi Hamas dan kantor politiknya, mengatakan kehadiran kelompok itu di Doha berfungsi sebagai "saluran perdamaian".

"Itu adalah saluran yang digunakan untuk mediasi pembebasan sandera, keluarnya warga negara asing dan dalam berbagai aspek mediasi yang sedang berlangsung. Jadi, saya tidak melihat ada alasan untuk menutup saluran itu sekarang," kata Al Ansari.

Sebelumnya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Hari Jumat menolak seruan AS untuk menghentikan sementara serangan Israel terhadap Hamas, guna memfasilitasi upaya untuk membebaskan lebih dari 240 sandera yang disandera oleh kelompok militan Palestina.

Israel tidak akan menghentikan serangannya kecuali sandera yang ditahan oleh kelompok militan Hamas dibebaskan terlebih dahulu, kata PM Netanyahu.

Qatar sendiri diketahui berkoordinasi dengan AS, memimpin perundingan mediasi dengan Hamas dan para pejabat Israel, mengenai pembebasan sandera sejak kelompok militan tersebut melakukan serangan ke wilayah selatan Israel pada 7 Oktober lalu.

Sekitar 1.400 orang dilaporkan tewas akibat serangan tersebut, sementara 240 lainnya disandera di Gaza. Sejak itu, Israel terus meningkatkan serangannya terhadap Gaza dan 2,3 juta penduduknya melalui darat, laut dan udara, serta melakukan blokade total.