Munculnya Aisha Weddings Dikhawatirkan Tingkatkan Perkawinan Anak di Masa Pandemi
Spanduk Aisha Weedings

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Jaringan Aksi, Ferny Prayitno menyebut munculnya situs Aisha Weddings yang mempromosikan perkawinan anak usia 12 sampai 21 tahun menjadi kekhawatiran di masa pandemi.

Anggota lembaga pemerhati remaja perempuan tersebut bilang, sejak dulu perkawinan anak memang menjadi masalah. Namun, di kala pandemi COVID-19 yang juga melibas kondisi perekonomian, Aisha Weddings akan memengaruhi orang untuk menikahkan anak.

"Munculnya Aisha Weddings ini jadi tantangan masyarakat selama pandemi. Dikhawatirkan ada yang berpikir lebih baik menikahkan anaknya untuk meringankan beban kesulitan perekonomian di masa pandemi," kata Ferny dalam diskusi virtual, Kamis, 11 Februari.

Menurut Ferny, pemicu pemikiran tersebut adalah karena ekonomi yang terdampak akibat orang tua yang di-PHK karena pandemi, akhirnya anaknya putus sekolah. Lalu, akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. 

Hal ini diperparah dengan jargon Aisha Weddings yang menyatakan bahwa daripada anak kelaparan karena orang tua nggak bisa membiayainya sebagainya, sebaiknya dinikahkan saja.

"Jadi, seakan-akan si Aisha weddings ini mengatakan bahwa pernikahan ini adalah solusi dari kemiskinan. Padahal belum tentu begitu," ujar dia.

Aisha Weddings jadi perbincangan massal di Twitter. Wedding organizer (WO) itu dikritik karena menawarkan paket pernikahan anak.

Dalam iklan di situs web resmi, Aisha Weddings menawarkan paket pernikahan untuk calon pengantin di rentang usia 12-21 tahun. "Semua wanita Muslim ingin bertaqwa dan taat kepada Allah SWT dan suaminya. Untuk berkenan di mata Allah dan suami, Anda harus menikah pada usia 12-21 tahun dan tidak lebih," tertulis dalam iklan Aisha Weddings.

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati menduga situs Aisha Weddings melanggar Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Undang-Undang 1 Nomor 1974 Tentang Perkawinan. 

Menurut Rita, Aisha Weddings juga melanggar UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Sebab, kata Rita, tindakan penyelenggara pernikahan yang menikahkan anak di bawah umur merupakan pelanggaran atas hak anak.

"Di dalam situs itu kan ada gambar-gambar anak, kemudian ada statement perkawinan anak itu usia 12 sampai 21. Itu kan jelas sudah melanggar hak anak," kata Rita kepada VOI.