Bagikan:

JAKARTA - Pendiri LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK), Nursyahbani Katjasungkana‎ menganggap munculnya Aisha Weddings adalah upaya mempromosikan pedofilia.

Pedofilia adalah kelainan yang menjadikan anak-anak sebagai objek seksualnya. Dalam hal ini, Aisha Weddings, lewat situs web dan pamflet yang disebarkan mempromosikan penyelenggaraan pernikahan anak di usia 12 sampai 21 tahun.

"Sebetulnya Aisha Weddings ini mempromosikan pedofilia karena mempromosikan hubungan seksual dengan anak-anak, meski dalam rangka perkawinan," kata Nursyahbani dalam diskusi virtual, Kamis, 11 Februari.

Nursyahbani menganggap pemerintah mesti menyadarkan masyarakat bahwa promosi perkawinan anak melanggar Pasal 8 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

Aisha Weddings juga melanggar Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Undang-Undang 1 Nomor 1974 Tentang Perkawinan, yang memberi batas usia minimal pernikahan 19 tahun.

Sayangnya, masih banyak masyarakat yang menikahkan anaknya karena ada dispensasi dari Kantor Urusan Agama (KUA). Mereka "berlindung" di balik Peraturan Mahkamah Agung soal dispensasi kawin.

"Kenapa masih ada dispensasi dan mengapa pemerintah memberi peluang dispensasi tanpa ada aksi afirmatif? Kalau ini soal ajaran agama, soal kemiskinan, dan ketidaktahuan, perlu diintervensi dengan afirmasi aksi, tak hanya UU," tuturnya.

Aisha Weddings jadi perbincangan massal di Twitter. Wedding organizer (WO) itu dikritik karena menawarkan paket pernikahan anak.

Dalam iklan di situs web resmi, Aisha Weddings menawarkan paket pernikahan untuk calon pengantin di rentang usia 12-21 tahun. "Semua wanita Muslim ingin bertaqwa dan taat kepada Allah SWT dan suaminya. Untuk berkenan di mata Allah dan suami, Anda harus menikah pada usia 12-21 tahun dan tidak lebih," tertulis dalam iklan Aisha Weddings.