Bagikan:

JAKARTA - Pemimpin anti-Taliban Afghanistan Ahmad Massoud berjanji meningkatkan perang gerilya terhadap Taliban untuk membawa kelompok garis keras itu ke meja perundingan, mengatakan saat ini tidak ada pembicaraan untuk merundingkan penyelesaian damai.

Berbicara dalam sebuah wawancara di Paris, Massoud, pemimpin Front Perlawanan Nasional Afghanistan (NRF) yang diasingkan, mengatakan, satu-satunya cara bagi Taliban untuk mendapatkan legitimasi adalah dengan mengadakan Pemilu. Tetapi, hal itu tidak mungkin terjadi untuk saat ini.

"Taliban menolak pembicaraan negosiasi apa pun. Mereka hanya ingin dunia dan rakyat Afghanistan menerima, ini adalah satu-satunya cara untuk maju, padahal sebenarnya tidak," ujar Massoud, putra mantan komandan mujahidin anti-Soviet Ahmad Shah Massoud, melansir Reuters 29 September.

NRF mengelompokkan kekuatan oposisi yang setia kepada Massoud. Mereka menentang pengambilalihan Taliban dan bentrokan telah terjadi sejak Agustus 2021 antara kedua belah pihak di wilayah Panjshir, sebelah utara ibu kota Kabul.

Massoud, yang beroperasi dari luar negeri, mengatakan NRF terpaksa mengubah taktik karena tidak dapat melawan Taliban yang memiliki persenjataan lengkap secara konvensional.

"Tahun lalu kami memilih pendekatan yang lebih pragmatis dan itu adalah perang gerilya. Itu sebabnya Anda melihat lebih sedikit dari kami tetapi lebih besar dampaknya," katanya, seraya menambahkan bahwa jumlah pejuang telah bertambah dari 1.200 menjadi 4.000 orang.

Lebih jauh Ia mengatakan, para pejuangnya tidak menerima bantuan militer apa pun, namun mengandalkan persediaan dari perang selama beberapa dekade di negara tersebut dan membutuhkan amunisi.

"Hal ini cukup membuat pusing Taliban, namun tidak untuk menjatuhkan mereka atau membuat mereka terlalu menderita, sehingga mereka datang untuk melakukan perundingan yang tepat dan bermakna. Jadi, ini adalah hal yang harus dipahami dunia," terangnya.

Massoud sendiri menolak saran untuk kembali ke Afghanistan sebagai bagian dari skema reintegrasi mantan pejabat Taliban.

"Orang-orang yang meninggalkan Afghanistan, mereka pergi bukan hanya sekedar rumah atau mobil. Mereka pergi karena tujuan mulia. Mereka pergi karena beberapa prinsip," sebutnya.

"Jika Taliban mengumumkan mereka menerima Pemilu, hari ini kita semua bisa kembali, karena itu yang kita inginkan," tandasnya.

Diketahui, Pemilu terakhir di Afghanistan diadakan di bawah pemerintahan yang didukung AS, kemudian digulingkan Taliban pada Agustus 2021 ketika pasukan Barat mundur. Taliban membubarkan komisi Pemilu negara itu pada Desember 2021.

Di sisi lain, banyak negara Barat yang tidak secara formal mengakui pemerintahan Taliban, terutama karena perlakuannya terhadap perempuan di negara tersebut. Namun, hanya ada sedikit tekanan atau keinginan untuk sekali lagi terlibat di negara yang fokus utamanya adalah perang di Ukraina.

"Kami mencoba untuk memberitahu Barat bahwa mungkin Anda sibuk dengan Ukraina, tetapi pada saat yang sama, Anda perlu memperhatikan situasi di Afghanistan, karena situasi di Afghanistan adalah sebuah bom waktu," pungkas Massoud.