Bagikan:

JAKARTA - Mahasiswa progam Ph.D (S-3) diputuskan bersalah oleh Pengadilan Birmingham Crown, karena merancang dan membuat drone 'kamikaze' yang mampu mengirimkan bom atau senjata kimia untuk teroris ISIS.

Para juri membutuhkan waktu enam jam untuk berunding selama dua hari, sebelum dengan suara bulat menghukum Mohamad Al Bared, yang menggunakan printer 3D untuk membuat pesawat tak berawak (UAV) di rumahnya di Coventry, Inggris

Al Bared, yang tinggal bersama orangtuanya, ditangkap saat mengemudi pada Bulan Januari. Pada saat yang sama, dilakukan penggerebakan dan UAV ditemukan di kamar tidurnya. 

Ia dinyatakan bersalah atas satu dakwaan melakukan tindakan dalam persiapan aksi terorisme, untuk menguntungkan organisasi teroris terlarang.

Lulusan teknik mesin berusia 27 tahun ini ditahan dan diberitahu, ia mungkin akan dijatuhui hukuman seumur hidup saat pembacaan vonis pada 27 November mendatang, melansir The National News 29 September.

Di pengadilan, dia membantah menjadi pendukung ISIS atau tujuannya, mengatakan kepada para juri dia tidak memiliki rencana untuk membantu ISIS dengan cara apa pun, membuat pesawat tak berawak untuk tujuan penelitiannya sendiri.

Mahasiswa University of Birmingham, yang memiliki spesialisasi dalam pengeboran laser, juga mengaku telah meneliti ISIS untuk mendebat tujuan-tujuannya dengan orang lain di sebuah masjid.

Namun jaksa penuntut mengatakan, dari obrolan online terenkripsi dan materi digital lainnya, jelas dia mendukung ISIS, bermaksud membuat drone sayap tetap yang mentransmisikan video "sekali pakai" untuk tujuan teroris dan melakukan perjalanan ke Afrika melalui Turki.

"Pengadilan harus mempertimbangkan apakah hukuman yang tepat adalah hukuman penjara seumur hidup," kata Hakim Paul Farrer.

"Anda telah dihukum karena melakukan pelanggaran yang sangat berat.

"Hukuman penjara yang lama adalah konsekuensi yang tak terelakkan dari hal itu, tetapi lama dan sifat hukuman itu adalah masalah yang perlu dipertimbangkan dengan cermat, dan pengadilan akan mengambil keputusan itu setelah menerima masukan dari Layanan Masa Percobaan," terangnya.

"Pesawat ini memiliki semua komponen yang dibutuhkan untuk terbang. Kami menduga pesawat itu dibuat untuk mengirim bom untuk terbang ke wilayah musuh ISIS dan mengirim senjata kimia atau perangkat lain," sambung Heeley

Terpisah, pengacara Al Bared, Alistair Webster menyebut kliennya telah mempelajari materi yang terkait dengan ISIS, termasuk video pemenggalan kepala, karena dia ingin "berdebat" melawan pandangan kelompok teroris tersebut.

"Dia mengakui bahwa dia terpesona oleh ISIS dan pola pikirnya, tapi bukannya mendukungnya, dia justru ingin mendebatnya, di masjid, secara online," jelas Webster.

Namun, Al Bared digambarkan oleh petugas anti-terorisme sebagai seseorang yang memiliki pola pikir ekstremis yang berniat untuk menimbulkan korban massal.