Bagikan:

JAKARTA - Kelompok militan Palestina yang berkuasa di Gaza, Hamas, mengatakan ada kesepakatan lintas faksi untuk mengadakan Pemilu untuk pertama kalinya dalam kurun waktu 18 tahun terakhir di wilayah yang terkepung itu.

Berbicara kepada outlet lokal Palestina Quds News, juru bicara Hamas Hazem Qassem mengatakan, pertemuan diadakan dengan Komite Pemilihan Umum Pusat Palestina (CEC) dan faksi bersenjata di Jalur Gaza.

"Ada konsensus bahwa suasana di Jalur Gaza sangat positif dan kondisinya sangat mendukung untuk menyelenggarakan pemilu ini," kata Qassem, dilansir dari The National News 29 September.

"Hamas siap untuk mengadakan Pemilu," ungkap Qassem.

Qassem memberikan tanggung jawab kepada Otoritas Palestina untuk mengambil langkah selanjutnya.

"Kami berharap tanggal Pemilu dapat ditetapkan secepatnya dan hal ini menuntut pemerintah untuk segera mengeluarkan keputusan terkait hal tersebut," ujar Qassem.

Sebelumnya, para pemimpin Hamas mendorong diadakannya pemilihan untuk pertama kalinya sejak tahun 2006 di Gaza bulan lalu.

Ketika itu, Abdel Latif Al Qanou, juru bicara kelompok militan tersebut, mengatakan, Pemilu adalah "hak alami" warga Palestina.

Sementara itu, CEC mengatakan sedang menunggu persetujuan dari kabinet untuk mengadakan Pemilu, tanpa menyebutkan secara spesifik kapan Pemilu tersebut akan dilaksanakan.

Terpisah, peneliti Gaza Ahmad Bassyouni mengatakan, meskipun janji serupa pernah dibuat oleh pejabat Hamas dalam menyelenggarakan Pemilu di masa lalu, mungkin ada secercah harapan kali ini.

“Ada pemilihan komisi pelajar yang dijadwalkan akan diadakan pada Bulan April dan setiap universitas di Gaza tergabung dalam satu faksi atau lainnya," katanya kepada The National.

"Jika pemilihan ini diadakan, itu akan memberikan momentum bagi Pemilu," tandasnya.

Jika pemilihan diadakan di Gaza dan Fatah menang, Bassyouni yakin Otoritas Palestina akan lebih cenderung mengadakan pemilihan legislatif dan presiden yang telah dijanjikan sejak tahun 2021, namun telah dibatalkan oleh pihak berwenang, dengan alasan Israel mencegah pemungutan suara di Yerusalem.

Pada jajak pendapat pra-Pemilu tahun 2021 menunjukkan, Presiden Palestina sekaligus ketua partai berkuasa Fatah, Mahmoud Abbas, kemungkinan besar akan kalah dalam pemilihan presiden.

Meskipun pemilu mana pun di Gaza memerlukan persetujuan lintas faksi, Bassyouni yakin menemukan kompromi seharusnya mudah.

"Mereka benar-benar tidak memerlukan semua manuver taktis ini," katanya.

"Setiap fraksi bisa mencalonkan calonnya dan bisa dilakukan pemungutan suara, lalu kalau ada perselisihan bisa diselesaikan nanti. Saya tidak yakin kenapa butuh waktu dan perencanaan yang lama," tandasnya.