Lukas Enembe Minta Maaf Sering Emosi di Persidangan: Tanya Jawab Mencecar, Jaksa Tak Percaya Jawaban Saya
Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe. (Tsa Tsia-VOI)

Bagikan:

PAPUA - Mantan Gubernur Papua Lukas Enembe meminta maaf karena sempat bersikap tak sopan selama persidangan kasus dugaan suap dan gratifikasi.

Lukas sedianya sempat mengamuk ketika persidangan kasus dugaan suap dan gratifikasi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 4 September 2023. Kala itu, ia melempar mikrofon di hadapan majelis hakim.

Menurutnya, tindakan itu dilakukannya karena emosinya yang tak terkontrol. Sebab, rasa lelah sangat dirasakannya ketika menjalani proses persidangan.

"Apalagi sering tersulut emosi yang tidak terkontrol menghadapi persidangan yang harus menguras tenaga, pikiran, padahal seharusnya disadari oleh semua pihak, terlebih jaksa penuntut umum bahwa dialog-dialog, tanya jawab dalam persidangan yang membuat emosi saya yang tidak terkontrol," ujar Lukas Enembe melalui kuasa hukumnya ketika membacakan pleidoi atau nota pembelaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 21 September.

Terlebih, selama persidangan jaksa seolah tak sekalipun mempercayai keterangannya. Padahal, semua yang diketahuinya sudah disampaikan.

"Atas semua kejadian yang mungkin tidak berkenan, saya mohon maaf karena tanya jawab yang mencecar, beruntun, bertubi-tubi, penuh selidik, bahkan tidak mempercayai jawaban saya dalam persidangan yang menyulut emosi saya dan mengakibatkan kondisi kesehatan saya menjadi sangat menurun," kata Lukas.

Dalam persidangan sebelumnya, jaksa sempat menyebut tindakan terdakwa Lukas Enembe melempar mikrofon dan melontarkan cacian saat persidangan dianggap merupakan perbuatan tecela. Bahkan, menjadi salah satu pertimbangan untuk memperberat hukuman.

"Dalam persidangan terdakwa Lukas Enembe telah melakukan perbuatan-perbuatan diantaranya mengeluarkan kata-kata kotor disertai cacian dan melemparkan mikrofon di depan hakim, perbuatan terdakwa Lukas Enembe tersebut merupakan perbuatan tercela dan tidak pantas di Pengadilan (Misbehaving in Court) dengan maksud dan tujuan merongrong kewibawaan lembaga peradilan," ujar jaksa.

Jaksa juga menilai perilaku Lukas Enembe itu bisa berakibat fatal. Misalnya, menjadi salah satu alasan untuk memperberat tuntutan Lukas.

"Oleh karenanya hal tersebut dapat dikategorikan sebagai contempt of court dan dapat dijadikan alasan untuk memperberat hukuman atas diri Terdakwa Lukas Enembe," kata jaksa.

Lukas Enembe dianggap bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi dan gratifikasi. Sehingga, dituntut pidana penjara selama 10 tahun 6 bulan.

Tak hanya pidana, jaksa juga menuntut Lukas Enembe untuk membayar denda. Jumlahnya mencapai Rp1 miliar.

Dalam perkara ini, Lukas Enembe didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Kemudian, Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.