JAKARTA - Pemprov DKI dan DPRD DKI akan merevisi Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 mengenai penanggulangan COVID-19. Salah satu yang akan direvisi terkait dengan sanksi progresif atau berlipat ganda bagi pihak yang melanggar protokol kesehatan berulang kali.
Sanksi denda progresif sempat berlaku di Jakarta beberapa waktu sebelumnya. Namun, setelah Perda 2/2020 disahkan, sanksi tersebut dihapus karena perda tak memuat aturan itu.
"Aturan perda kan dinamis, termasuk denda progresif, menurut kami itu perlu. COVID-19 bukan sesuatu yang statis, sehingga aturan harus bisa menyesuaikan, bahkan aturan itu lebih maju dari dinamika yang ada," kata Riza di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Kamis, 4 Februari.
Karena itu, Pemprov DKI akan mengusulkan kepada DPRD agar sanksi progresif kembali berlaku lewat pembahasan revisi perda. Pembahasan ini juga akan melibatkan ahli epidemiologi.
"Nanti kita akan diskusikan. Poin mana yang perlu direvisi, dibahas. Nanti kita tanya juga temen temen DPRD tentu punya masukan apa saja yang perlu disempurnakan," ungkap Riza.
Sebagai informasi, penghapusan sanksi progresif disahkan dalam Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2021. Dalam Pergub 3/2021, disebutkan bahwa setiap orang yang tidak menggunakan masker sesuai dengan standar kesehatan ketika berada di luar rumah dikenakan sanksi berupa kerja sosial dan denda paling banyak Rp250 ribu.
BACA JUGA:
Kemudian, setiap perusahaan yang melanggar ketentuan protokol kesehatan di tempat kerja diberi teguran tertulis. Jika mengulangi pelanggaran, maka kantor disegel selama tiga hari.
Jika masih kembali mengulanginya, perusahaan akan dikenakan denda Rp50 juta. Adapun sanksi berlipat hingga Rp150 juta dalam Pergub Nomor 79 Tahun 2020 dihapuskan.
Ketentuan serupa di tempat kerja juga berlaku bagi perhotelan, tempat wisata, satuan pendidikan, moda transportasi, hingga restoran atau rumah makan.