Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi A Bidang Pemerintahan Mujiyono mendukung pemberian sanksi progresif bagi perseorangan dan pelaku usaha yang melanggar protokol pencegahan COVID-19.

Saat ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 79 Tahun 2020 yang memberlakukan saksi berlipat bagi pelanggar protokol COVID-19 berulang kali. 

Meskipun, sampai saat ini Anies belum memberikan pernyataan secara resmi. Namun, kata Mujiyono, semestinya masyarakat tak perlu mempermasalahkan jika sanksi ini langsung diterapkan. 

"Segala aturan soal COVID-19 ini, masyarakat mestinya sudah update. Begitu Pergub disahkan, masyarakat mestinya sudah tahu. Soal keterangan resmi, tunggu saja satu atau dua hari," kata Mujiyono saat dihubungi VOI, Jumat, 21 Agustus.

Lagi pula, kata Mujiyono, Pemprov DKI selama ini juga telah menerbitkan landasan hukum berulang kali. Serta, pengenaan sanksi progresif telah disinggung oleh Anies dalam beberapa waktu lalu.

Mujiyono melanjutkan, pemberian sanksi progresif juga termasuk salah satu upaya rem darurat untuk menekan angka penularan COVID-19. Hanya saja, sanksi ini belum menjadi rem darurat secara penuh.

"Semua skema pergub terkait dengan sanksi pelanggaran tidak pakai masker, tujuannya untuk menimbulkan efek jera. Waktu diterapkan sanksi pertama, kan efek jeranya kurang dan masih banyak yang melanggar," jelas Mujiyono.

Lebih lanjut, Mujiyono menyebut Pemprov DKI mesti meningkatkan pengendalian berupa sosialisasi. Anies bisa menggandeng organisasi masyarakat (ormas) untuk mengampanyekan penerapan protokol pencegahan COVID-19.

"Jangan lupa tumbuhkan kesadaran masyarakat melalui pelibatan ormas yang ada. Kampanyekan pakai masker, biar ada rasa kebersamaan. Jangan kebijakan yang diputuskan oleh Pemprov tanpa melibatkan komponen masyarakat lain secara sepihak," tutur dia.

Seperti diketahui, Pergub Nomor 79 Tahun 2020 ini mengatur pemberlakuan sanksi progresif pelanggar protokol pencegahan COVID-19.

Setiap orang yang tidak menggunakan masker dan mendapat sanksi pertama kali, diwajibkan membayar denda administratif paling banyak sebesar Rp250 ribu atau kerja sosial membersihkan fasilitas umum dengan mengenakan rompi selama 60 menit.

Kemudian, bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran tidak mengenakan masker berulang satu kali didenda Rp500 ribu atau kerja sosial selama 120 menit.

Pelanggaran berulang dua kali dikenakan kerja sosial membersihkan sarana fasilitas umum dengan mengenakan rompi selama 180 menit atau denda administratif paling banyak sebesar Rp750.000.

Sementara, pelanggaran tak mengenakan masker berulang sebanyak 3 kali dan seterusnya mendapat denda sebesar Rp1 juta atau kerja sosial selama 240 menit atau 4 jam.

Penerapan sanksi progresif juga dikenakan kepada setiap pelaku usaha, mulai dari kantor hingga restoran yang tercatat melanggar protokol COVID-19 berulang kali. 

Lebih jelasnya, pelaku usaha yang bisa dikenakan denda dalam pergub ini adalah perkantoran, tempat industri, penginapan, tempat wisata, warung makan, restoran, dan kafe.

Kemudian, sanksi progresif akan dikenakan pada perkantoran hingga restoran yang melakukan pelanggaran berulang. 

Pelanggaran berulang satu kali dikenakan denda administratif sebesar Rp50 juta, berulang dua kali dikenakan denda administratif Rp100 juta, pelanggaran berulang 3 kali dan berikutnya dikenakan denda administratif Rp150 juta.

Kemudian, apabila setiap pelaku usaha tidak memenuhi kewajiban pembayaran denda administratif dalam waktu paling lama tujuh hari, dilakukan penutupan sementara sampai dilaksanakan pemenuhan pembayaran denda administratif.