JAKARTA - Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, Teguh Nugroho mendukung penghapusan sanksi denda progresif kepada orang yang melanggar protokol kesehatan (prokes) berulang kali.
Sebab, menurut Teguh, sanksi progresif dengan nominal berkali lipat yang diterapkan sejak bulan Agustus 2020 tidak efektif membuat pelanggar protokol kesehatan jera. Buktinya, angka penularan COVID-19 belum melandai.
"Sanksi progresif, dalam pelaksanaan di lapanganya terbukti tidak mengurangi potensi transmisi COVID-19 dan membangun kesadaran warga," kata Teguh kepada VOI, Sabtu, 23 Januari.
Lagipula, menurut Teguh, penindakan termasuk sanksi progresif pada dasarnya adalah ultimum remedium atau upaya terakhir yang dilakukan pemerintah daerah.
BACA JUGA:
Oleh sebab itu, Teguh menganggap lebih baik Pemprov DKI lebih menguatkan fungsi pencegahan, pengawasan, baru terakhir melakukan penindakan.
"Ada tidak sanksi progresif, tidak terlalu signifikan dibanding konsistensi penekanan, penguatan pencegahan dan pengawasan. Karena itu yang lebih penting," ungkap Teguh.
Ditambah, Pemprov DKI perlu berupaya membangun kesadaran masyarakat bahwa COVID-19 ada di sekitar mereka. Caranya, dengan pelibatan langsung masyarakat dalam menjalankan kepatuhan protokol kesehatan di lingkungannya.
"Pelibatan warga juga akan membangun kesadaran mereka bahwa covid itu nyata. Korban tidak harus didiskriminasikan karena masih warga mereka sendiri. Pada ujungnya, hal itu juga membangun kesadaran wsrga untuk patuh pada protokol kesehatan," ungkapnya.
Sebagai informasi, penghapusan sanksi progresif disahkan dalam Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2021. Dalam Pergub 3/2021, disebutkan bahwa setiap orang yang tidak menggunakan masker sesuai dengan standar kesehatan ketika berada di luar rumah dikenakan sanksi berupa kerja sosial dan denda paling banyak Rp250 ribu.
Kemudian, setiap perusahaan yang melanggar ketentuan protokol kesehatan di tempat kerja diberi teguran tertulis. Jika mengulangi pelanggaran, maka kantor disegel selama tiga hari.
Jika masih kembali mengulanginya, perusahaan akan dikenakan denda Rp50 juta. Adapun sanksi berlipat hingga Rp150 juta dalam Pergub Nomor 79 Tahun 2020 dihapuskan.
Ketentuan serupa di tempat kerja juga berlaku bagi perhotelan, tempat wisata, satuan pendidikan, moda transportasi, hingga restoran atau rumah makan.