JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menghapus penerapan sanksi progresif atau sanksi berlipat ganda bagi pihak yang melanggar protokol kesehatan berulang kali.
Hal ini dikonfirmasi oleh Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria. Riza mengatakan, penghapusan ini dilakukan karena mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 yang tidak mengatur soal sanksi progresif.
"karena di Perdanya tidak ada progresif, jadi kita tidak lagi ada progresif. Jangan sampai Pergub membuat kebijakan melebihi daripada Perda," kata Riza di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Rabu, 20 Januari.
Dengan demikian, ketentuan terkait denda progresif yang diatur dalam Pergub Nomor 101 Tahun 2020 tentang Perubahan Pergub Nomor 79 Tahun 2020 Tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 resmi dicabut.
Namun, kata Riza, bukan berarti masyarakat bisa meremehkan pengenaan sanksi dengan tidak mematuhi protokol kesehatan. Sebab, Pemprov DKI bakal terus memperketat pengawasan protokol kesehatan demi mencegah penyebaran COVID-19.
"Kita ingin aparat ditingkatkan patrolinya, frekuensinya tetap kita tingkatkan. Lini terdepan kita perbanyak. Enggak cuma di tengah kota, tapi juga sampai masuk ke RT-RW," jelas Riza.
Penghapusan sanksi progresif disahkan dalam Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2021. Dalam Pergub 3/2021, disebutkan bahwa setiap orang yang tidak menggunakan masker sesuai dengan standar kesehatan ketika berada di luar rumah dikenakan sanksi berupa kerja sosial dan denda paling banyak Rp250 ribu.
BACA JUGA:
Kemudian, setiap perusahaan yang melanggar ketentuan protokol kesehatan di tempat kerja diberi teguran tertulis. Jika mengulangi pelanggaran, maka kantor disegel selama tiga hari. Jika masih kembali mengulanginya, perusahaan akan dikenakan denda Rp50 juta.
Ketentuan serupa di tempat kerja juga berlaku bagi perhotelan, tempat wisata, satuan pendidikan, moda transportasi, hingga restoran atau rumah makan.