Bagikan:

JAKARTA - Pengamat politik Rocky Gerung berkelakar Presiden Jokowi sebaiknya memanfaatkan kelihaian Yusril Ihza Mahendra sebagai perisai hukum ketika tidak lagi menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia. Cara itu dianggap efektif mengatasi fenomena politik ‘balas dendam’ politik seusai masa tugas.

“Baiknya ajak Yusril. Cuma yusril yang bisa melakukan penyelamatan,” ujar Rocky, saat menjadi pembicara di acara diskusi publik bertajuk “Harkat, Martabat dan Keselamatan Seorang Mantan Presiden, di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta, Jumat, 1 September.

Menurutnya, secara antropologi politik di Indonesia berbasiskan dendam. Bermula saat Ken Arok menjadi Raja, hingga fenomena antar Presiden di Indonesia

Bahkan, dicontohkan dijatuhkannya Presiden Gus Dur hingga inharmonisasi hubungan politik Megawati dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Hal itu pun bisa terjadi ketika Jokowi tak lagi menjabat sebagai Presiden RI. Serangan bisa datang dari presiden terpilih.

“Perisainya apa? Ada perisai hukum, hingga culture tersedia. Tetapi perisai yang paling tangguh adalah batin presiden sendiri,” ungkapnya.

Karenanya menurut Rocky, sosok yang bisa menjadi perisai hukum Jokowi adalah Yusril. Di mana, kemampuannya dapat dimanfaatkan.

“Seharusnya Pak Jokowi ajak Prof Yusril jadi calon presiden atau cawapres, karena Prof Yusril yang bisa menyelamatkan Pak Jokowi. Sebab gak ada orang lain yang tahu, Prof Yusril yang hanya bisa jadi tameng Presiden Jokowi dan yang paham seluk-beluk penyelamatan,” sebut Rocky.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid mengusulkan pentingnya dibentuk regulasi berupa Undang Undang Transisi Kekuasaan Presiden. Isinya, mengatur kekuasaan untuk menjaga marwah mantan Presiden dan Wakil Presiden. Baginya, itu adalah hal positif menjaga stabilitas nasional.

“Jangan hukum menjadi alat gebuk. Tradisi ini harus kita hentikan,” katanya.

Dirincikannya, pengalaman tidak baik terjadi kepada Soekarno seusai menjabat, termasuk Soeharto, hingga Gus Dur.

Harapannya, ke depan ada pengaturan baik dalam hukum positif agar ini dilakukan secara beradab.

“Transisi bisa memberikan kepastian dan kesinambungan. Jangan jadi ajang balas dendam,” kata Fahri.