JAKARTA - Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP, Ida Mahmudah membela Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono yang membatalkan proyek ITF Sunter dan beralih ke RDF Plant dalam pengelolaan sampah Jakarta.
Pembatalan ITF Sunter yang sebelumnya telah mendapat alokasi anggaran untuk modal awal pembangunan ini diprotes anggota DPRD DKI fraksi lain, seperti Gerindra dan PKS.
Namun, menurut Ida, keputusan Heru sudah tepat karena ITF, jika beroperasi, bakal terlalu membebani APBD. Sebab, Pemprov DKI harus membayar biaya pengelolaan sampah atau tipping fee kepada mitra swasta selama puluhan tahun.
Berdasarkan hasil studi kelayakan (feasibility study), Pemprov DKI harus membayar tipping fee pengelolaan sampah menjadi energi listrik ini dengan biaya sebesar Rp500 ribu hingga Rp800 ribu per ton olahan sampah dalam jangka waktu 20 hingga 30 tahun.
"Untuk tipping fee ITF itu mencapai Rp 800.000 per ton dan kontraknya 30 tahun. Kemudian, ada klausul kenaikan tipping fee mulai tahun ketiga itu tujuh sampai sepuluh persen. Belum lagi residu dari ITF ini," kata Ida dalam keterangannya, Jumat, 11 Agustus.
Sementara pada RDF Plant yang merupakan fasilitas pengolahan sampah menjadi bahan bakar, Pemprov DKI hanya perlu mengeluarkan subsidi Rp54 miliar per tahun dengan pengolahan sampah 2.000 ton per harinya.
"Dibandingkan untuk sekadar membayar tipping fee per tahun saja kita sebetulnya bisa gunakan membangun dua RDF. Untuk itu saya mengajak, ayo kawan-kawan kita menyelesaikan persoalan sampah tapi juga menekan seminimal mungkin pengeluaran atau penggunaan APBD," ungkap Ida.
Beberapa waktu lalu, Komisi B dan Komisi C DPRD DKI Jakarta mencecar Pemprov DKI dalam rapat kerja terkait pembatalan proyek ITF Sunter yang sejatinya telah mangkrak bertahun-tahun.
Dari rapat ini, Anggota Komisi B DPRD DKI dari Fraksi Gerindra, Wahyu Dewanto mengusulkan pembentukan hak angket DPRD DKI Jakarta untuk menyelidiki penyebab pembatalan ITF dan kendala pembangunannya.
"Tadi saya marah-marah, nyesel juga darahnya naik. Enggak usah ribut lagi, pimpinan. Simpel, hak angket saja sudah," kata Wahyu di gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu, 9 Agustus.
Dalam Perda Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPRD Provinsi DKI Jakarta hak angket adalah hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Pemprov yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Saat disetujui untuk dibentuk, panitia angket dapat memanggil pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga yang dianggap mengetahui masalah yang diselidiki untuk memberikan keterangan.
Jika penyelidikan panitia angket menemui indikasi tindak pidana, DPRD menyerahkan penyelesaian proses tindak pidana ini kepada aparat penegak hukum.
Wahyu mengaku heran mengapa Pemprov DKI bisa semudah itu membatalkan pembangunan ITF Sunter. Padahal, telah dialokasikan anggaran modal awal pembangunan ITF sebesar Rp577 miliar dari APBD tahun 2023.
BACA JUGA:
"Kenapa waktu itu meminta PMD dan disetujui? Terus ternyata ketakutan dengan ada ITF nanti APBD-nya begini-begitu," ujar Wahyu.
"Enggak usah dijelasin apa-apa lagi. Hak angket saja, sudah. Justru kalau sekarang jadi ketakutan efeknya ada tipping fee segala macam segala macem, memangnya dulu itu enggak tahu atau gimana?" lanjutnya.