JAKARTA - Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak menyebut pihaknya menolak usulan hak angket dari anggota DPRD fraksi lain atas pembatalan proyek ITF Sunter.
Gilbert mempertanyakan urgensi penggunaan hak angket usulan anggota dewan Fraksi PKS dan Gerindra karena tak terima proyek ITF dibatalkan. Dibanding memakai hak angket, kata dia, sebaiknya legislatif melakukan penajaman lewat rapat-rapat komisi.
Menurut Gilbert, rapat kerja DPRD yang menghadirkan jajaran Pemprov DKI sudah cukup untuk memperjelas masalah terkait alasan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono membatalkan ITF Sunter dan mengalihkan proyek pengolahan sampah menjadi RDF Plant.
“Bahwa ada miss komunikasi kenapa muncul RDF (refuse derived fuel) tanpa dikomunikasikan, itu dipertanyakan lalu dilanjutkan dengan rapat-rapat berikut. Bukan langsung, hak angket gitu lho jadi rapat kerja komisi saja itu dipertanyakan,” kata Gilbert kepada wartawan, Jumat, 11 Agustus.
Gilbert juga tak setuju apabila hak angket diusulkan karena pembatalan ITF Sunter dianggap melanggar aturan. Menurut dia, tidak ada penjelasan secara spesifik bahwa DKI harus membuat fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik seperti ITF.
“Itu potensi (melanggar aturan), belum terbukti dan saya sudah pertanyakan di mana (melanggar) karena saya sudah baca bahwa Perda-nya tidak menyebutkan ITF, Pergub-nya saja yang menyebutkan ITF. Kemudian PP (Peraturan Pemerintah) menyebutkan pengolahan sampah,” jelasnya.
Terkait aturan teknis yang menugaskan BUMD menjalankan proyek ITF, menurut Gilbert, regulasi ini bisa dicabut atau direvisi oleh Heru Budi. Mengingat, saat ini Pemprov DKI telah mengembangkan proyek pengelolaan sampah lain yakni RDF Plant.
“Jadi kalau perda tidak ada yang ditabrak dan PP juga tidak ada yang ditabrak. Pergub itu kan produk dari Gubernur, ya tinggal dikeluarkan pergub baru,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS, Ismail menjelaskan alasan Anggota Fraksi Gerindra mengusulkan pembentukan hak angket soal batalnya ITF Sunter pada tahun ini.
Usulan ini dikemukakan dalam rapat kerja Komisi B DPRD DKI Jakarta bersama jajaran Pemprov DKI yang membahas soal pembatalan proyek ITF Sunter, beberapa waktu lalu.
Ismail menyatakan, pembatalan ITF Sunter melanggar empat regulasi, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
Lalu, Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 65 Tahun 2019 Nomor 65 Tahun 2019 tentang Penugasan Kepada Perseroan Terbatas Jakarta Propertindo (Perseroan Daerah) Dalam Penyelenggaraan Fasilitas Pengolahan Sampah Antara di Dalam Kota, dan peraturan daerah (perda) APBD tahun anggaran 2023.
"Kita mempertanyakan kebijakan yang dibuat oleh Pj Gubernur yang membatalkan proyek penugasan ITF. Di mana, proyek tersebut sudah punya paling tidak punya empat dasar hukum. Ini perlu dikonfirmasi terkait penghentian tersebut karena paling tidak ada empat regulasi yang dilanggar," kata Ismail.
Ismail menyebut, hak angket soal pembatalan ITF Sunter perlu dilaksanakan. Sebab, hal ini melanggar amanat pemerintah pusat yang menjadikan ITF menjadi proyek strategis nasional (PSN).
Kemudian, Pemprov dan DPRD DKI juga telah sepakat untuk mengalokasikan anggaran Rp577 miliar dari APBD tahun 2023 sebagai modal awal pembangunan ITF Sunter.
"Perlu dipahami ketika gubernur melakukan suatu kebijakan yang sifatnya mengimplementasikan dari APBD atas perda yang sudah disepakati bersama, ketika ada perubahan, dia harus membicarakan kembali," ungkap Ismail.
Oleh karenanya, Ismail menyebut akan mengajukan usulan pembentukan hak angket kepada pimpinan DPRD DKI Jakarta.
"Akan dikonsultasi skepada pimpinan DPRD sesuai dengan tatib yang ada untuk mempertimbangkan segera direalisasikannya hak angket ini," ucap dia.
BACA JUGA:
Dalam Perda Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPRD Provinsi DKI Jakarta, hak angket adalah hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Pemprov yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Saat disetujui untuk dibentuk, panitia angket dapat memanggil pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga yang dianggap mengetahui masalah yang diselidiki untuk memberikan keterangan.
Jika penyelidikan panitia angket menemui indikasi tindak pidana, DPRD menyerahkan penyelesaian proses tindak pidana ini kepada aparat penegak hukum.