Heran Pemprov DKI Batalkan ITF Sunter Seenaknya, DPRD Usul Bentuk Hak Angket
Anggota Komisi B dan C DPRD DKI Jakarta rapat bersama Pemrov DKI di gedung DPRD DKI, Rabu, 9 Agustus. (Diah A-VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi B dan C DPRD DKI Jakarta mencecar jajaran Pemprov DKI soal batalnya pembangunan pengolahan sampah yang menghasilkan energi listrik, Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter pada tahun ini.

Anggota Komisi B DPRD DKI dari Fraksi Gerindra, Wahyu Dewanto mengusulkan pembentukan hak angket DPRD DKI Jakarta untuk menyelidiki penyebab pembatalan ITF dan kendala pembangunannya.

"Tadi saya marah-marah, nyesel juga darahnya naik. Enggak usah ribut lagi, pimpinan. Simpel, hak angket saja sudah," kata Wahyu di gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu, 9 Agustus.

Dalam Perda Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPRD Provinsi DKI Jakarta hak angket adalah hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Pemprov yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Saat disetujui untuk dibentuk, panitia angket dapat memanggil pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga yang dianggap mengetahui masalah yang diselidiki untuk memberikan keterangan.

Jika penyelidikan panitia angket menemui indikasi tindak pidana, DPRD menyerahkan penyelesaian proses tindak pidana ini kepada aparat penegak hukum.

Wahyu mengaku heran mengapa Pemprov DKI bisa semudah itu membatalkan pembangunan ITF Sunter. Padahal, telah dialokasikan anggaran modal awal pembangunan ITF sebesar Rp577 miliar dari APBD tahun 2023.

"Kenapa waktu itu meminta PMD dan disetujui? Terus ternyata ketakutan dengan ada ITF nanti APBD-nya begini-bbegitu," cecarnya.

Pemprov DKI sebelumnya menjelaskan bahwa pembatalan ITF Sunter dilakukan atas dasar kekhawatiran pemerintah tak sanggup membayar biaya pengelolaan sampah atau tipping fee kepada mitra swasta selama puluhan tahun.

Namun, menurut Wahyu, beban tipping fee sebesar Rp500 ribu hingga Rp700 ribu per ton olahan sampah dalam jangka waktu 20 hingga 30 tahun ini semestinya sudah diantisipasi sejak Pemprov DKI menyusun perencanaan proyeknya.

"Enggak usah dijelasin apa-apa lagi. Hak angket saja, sudah. Justru kalau sekarang jadi ketakutan efeknya ada tipping fee segala macam segala macem, memangnya dulu itu enggak tahu atau gimana?" ujar Wahyu.