Hakim PN Jakbar Dede Suryaman Mengaku Menyesal Terima Suap Rp300 Juta
Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) dengan terlapor Hakim PN Jakbar Barat Dede Suryaman (DS) di Gedung MA, Jakarta, Rabu 9 Agustus 2023. (ANTARA-Fath P M)

Bagikan:

JAKBAR - Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat (Jakbar) Dede Suryaman (DS) mengaku menyesal menerima suap Rp300 juta saat masih bertugas di Kediri, Jawa Timur (Jatim).

"Dapat saya sampaikan bahwa sangat menyesal saya atas peristiwa yang terjadi. Saya mengaku bersalah dan ke depannya saya akan perbaiki kesalahan tersebut," kata DS saat membacakan pembelaan pada sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang digelar Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) di Gedung MA, Jakarta, Rabu 9 Agustus, disitat Antara.

Dalam sidang tersebut, DS duduk sebagai terlapor terkait dugaan penerimaan suap untuk meringankan vonis hukuman dalam perkara korupsi Jembatan Brawijaya, Kediri. Saat itu DS bertugas sebagai ketua majelis yang mengadili perkara itu di PN Surabaya.

DS menjelaskan, ia merasa tertekan memimpin sidang dalam perkara a quo. Ia mengaku berada dalam situasi paradoks antara keharusan memberikan keadilan yang objektif dan pidana yang tidak berlebihan dengan situasi yang dihadapi hakim anggota, terutama hakim ad hoc Kusdarwanto.

"Saya menghadapi situasional yang kurang menyenangkan dalam memimpin sidang karena secara kronologis saya sampaikan, sebelum saya ditunjuk sebagai ketua majelis, saudara Kusdarwanto sudah menyampaikan kepada saya, 'Pak Dede, Kejaksaan Kediri akan melimpahkan berkas perkara tipikor'," ucap DS.

Beberapa saat setelah memimpin sidang, sambung DS, ia mendapat keluhan dari seorang bernama Yuda, yaitu rekan dari pengacara terdakwa dalam perkara itu: mantan Wali Kota Kediri Samsul Ahsar.

Dikatakan DS, Yuda melaporkan protes kepada dirinya karena Kusdarwanto bertemu dengan keluarga terdakwa di Kediri dengan didampingi dua orang jaksa.

"Bahwa atas pertemuan tersebut, Yuda menyampaikan beliau punya dokumen tentang pertemuan tersebut maupun saksi-saksi yang melihat," kata DS.

DS kemudian bertemu dengan Yuda yang menurut pengakuannya pertemuan itu bukan atas inisiatif dirinya. DS mengaku diminta oleh rekan hakimnya atas nama Gunawan untuk menemui Yuda di sebuah kafe.

"Setelah saya ketemu Yuda, setelah menerima laporan tadi, saya konfrontir saudara Kusdarwanto perihal kebenaran tadi. Ternyata beliau membenarkan bahwa dia datang ke Kediri ketemu sama keluarga (terdakwa) dan menyampaikan permintaan kepada saya, 'Tolong saya, saya mau pensiun beberapa saat lagi'," kata DS.

Tidak lama setelah itu, imbuh DS, muncul pengaduan kepada Kusdarwanto. Atas pengaduan tersebut, DS menjadi membenarkan apa yang disampaikan Yuda.

"Karena ketakutan saya Yuda ini memiliki dokumen pertemuan tadi, sehingga saya takut kalau dokumen itu dikembalikan, dilaporkan, maka majelis yang akan menerima risikonya," ungkap DS.

Pada akhirnya, Yuda menyampaikan titipan atensi berupa uang sejumlah Rp300 juta. Yuda meminta atensi tersebut dibagikan secara rata kepada majelis hakim.

"Saudara Kusdarwanto terima Rp100 juta, Emma (hakim ad hoc) Rp100 juta, dan saya terima Rp100 juta. Namun, karena ada panitera pengganti atas nama Hamdan yang ikut kerja di situ, saya berikan bagian saya Rp30 juta," rinci dia.

Lebih lanjut, DS mengaku telah mengembalikan uang yang ia terima kepada Yuda. Menurut DS, uang tersebut dikembalikan sebelum rapat permusyawaratan hakim untuk menjatuhkan putusan kepada terdakwa Samsul.

Di hadapan majelis hakim sidang MKH, DS mengatakan menyesal bahwa dalam mencari keadilan, dirinya telah menabrak rambu-rambu yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang hakim.

"Saya berinisiatif mengembalikan (uang Rp300 juta). Saya kembalikan," ucapnya.

Atas pembelaan DS itu, majelis hakim sidang MKH mencecar DS. Hakim mempertanyakan mengapa DS merasa tertekan dengan Kusdarwanto, padahal DS berstatus hakim karier dan Kusdarwanto adalah hakim ad hoc.