JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan hujan kerap mengguyur tiga distrik terdampak bencana kekeringan dan kelaparan di Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah.
"Kejadian bencana di Papua terkait cuaca ekstremnya itu bukan kemarau," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari saat 'Disaster Briefing: Kekeringan di Tanah Papua' secara virtual pada Senin 7 Agustus.
Abdul menjelaskan kekeringan di Distrik Lambewi, Agandugume dan Oneri di Kabupaten Puncak layaknya suatu musim yang melanda negara tetangga. Dia menganalogikan kekeringan di Kabupaten Puncak seperti winter atau musim dingin di Australia.
"Sewaktu BNPB di sana, hujan turun pada pagi-sore, dan awan itu tebal. Jadi hujan bukan masalah di situ. Yang jadi masalah periode Juli-Agustus di Australia winter, ini ada pengaruh udara dingin," tuturnya.
Menurut Abdul, tanaman pangan tropis mengalami hambatan berkembang atau rusak jika menghadapi musim dingin di Australia. Hal itu terjadi di Kabupaten Puncak, meski bukan musim dingin tapi tanaman pokok untuk konsumsi masyarakat sehari-hari mati.
"Karena winter itu membawa kekeringan, karena dia menghisap air yang ada di udara. Ini sebenarnya yang terjadi. Jadi ketika di daerah dataran tinggi Papua itu udaranya sangat dingin. Pagi atau malam itu biasanya ada kabut es, dan biasanya di tanah itu seperti yang terjadi di Dieng, ada uap butiran es [embun upas]. Ini yang kemudian membuat tanaman seperti ini [menunjukkan layar monitor foto tanaman jagung yang ditanam kekeringan]," ujarnya.
Abdul menambahkan, tanaman pangan di Kabupaten Puncak tidak dapat menyesuaikan bertahan hidup di suhu yang rendah.
"Ketika butiran es itu setiap malam, setiap pagi muncul, dia akan menggembosi umbi-umbian yang ada di dalam tanah, yang menjadi sumber utama makanan bagi saudara-saudara kita di Papua," ujarnya.
BACA JUGA:
Saat sejumlah bahan makanan itu rusak atau mati tidak bisa dikonsumsi oleh masyarakat, kata Abdul, warga di Kabupaten Puncak ternyata juga tidak mempunyai cadangan pangan.
"Jadi masyarakat di tiga distrik terdampak ini, biasanya bercocok tanam, untuk memenuhi secara swadaya, untuk memenuhi kebutuhan di kelompok mereka sendiri," katanya.
Akibatnya krisis kebutuhan pangan dan kelaparan muncul di Distrik Lambewi, Agandugume dan Oneri. Geografi tiga distrik tersebut yang berada di wilayah pegunungan menjadi kendala lain untuk mendapatkan bahan pangan dan distribusi bantuan makanan dari kota lain.
"Itu kenapa kemudian BNPB dan Kemenko PMK berencana bangun lumbung pangan tersebut," ujar Abdul.