JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya meminta maaf telah menetapkan Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dugaan suap yang berawal dari tangkap tangan. Mereka mengaku khilaf karena adanya kesalahan proses penanganan perkara.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak usai melakukan pertemuan dengan jajaran Puspom TNI pada hari ini, Jumat, 28 Juli.
“Di sini ada kekeliruan dari tim kami ada kekhilafan. Oleh karena itu, tadi kami sampaikan atas kekhilafan ini kami mohon dimaafkan,” kata Johanis usai menggelar pertemuan tertutup itu.
Johanis bilang KPK harusnya berkoordinasi dengan Puspom TNI. Sebab, Henri dan Afri masih berstatus sebagai prajurit aktif.
Hanya saja, hal tersebut urung dilakukan oleh penyidik. Padahal sesuai Pasal 10 UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Hukum Peradilan, tiap tindak pidana yang melibatkan militer harus diserahkan ke pengadilan militer.
“Oleh karena itu dalam rapat tadi, (kami, red) menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya bisa disampaikan ke Panglima dan jajaran TNI atas kekhilafan ini,” tegasnya.
“Kami mohon dapat dimaafkan,” sambung Johanis.
Sementara itu, Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda Marsekal Agung Handoko berharap tidak melebar. Dipastikan kasus suap ini juga akan ditangani secara profesional karena mendapat perhatian Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.
“Panglima sangat kecewa. Kecewa karena kenapa korupsi masih terjadi di lingkungan TNI,” kata Agung.
“Jadi ini yang perlu ditegaskan dan Panglima sangat komit dengan masalah penegakan hukum, khususnya korupsi,” sambungnya.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Puspom TNI menyatakan keberatan ketika KPK menetapkan Henri bersama Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka. Langkah ini dinilai menyalahi aturan militer.
Sementara itu, Henri ditetapkan sebagai tersangka sebagai buntut dari operasi tangkap tangan (OTT) di Cilangkap, Jakarta dan Jatisampurna, Bekasi pada Selasa, 24 Juli.
Henri diduga meraup dana komando hingga Rp88,3 miliar. Duit itu dikantongi dari pihak swasta yang ingin mengerjakan proyek di lembaganya sejak 2021-2023.
Penerimaan duit itu disebut komisi antirasuah dilakukan Henri melalui Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.
Selain Henri dan Afri, komisi antirasuah juga menetapkan tiga pihak swasta yang memberi uang saat operasi senyap terjadi. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.
Kasus ini bermula saat Basarnas melaksanakan beberapa proyek pada 2023. Proyek pertama adalah pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Kedua, proyek pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar. Terakhir, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.