Mahfud MD Minta Kasus Kabasarnas Berlanjut ke Persidangan: Biasanya Kasus Masuk Pengadilan Militer Sanksinya Sangat Tegas
Menko Polhukam Mahfud MD/DOK VOI

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD minta polemik antara TNI dan KPK terkait operasi tangkap tangan (OTT) Badan SAR Nasional (Basarnas) disudahi. Jangan sampai kasusnya tak berujung di Pengadilan Militer.

"Perdebatan tentang ini di ruang publik jangan sampai menyebabkan substansi perkaranya kabur sehingga tak berujung ke Pengadilan Militer," kata Mahfud dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 29 Juli.

Semua pihak dinilai harusnya terus menjaga kelanjutan penegakan hukum terhadap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan dan Koordinator Administrasi Kabasarnas Letkol Afri B. C. Apalagi, mereka diduga terlibat dalam dugaan suap pengadaan barang di Basarnas.

Lagipula, KPK sudah mengamini pihaknya khilaf menetapkan dan mengumumkan dua prajurit TNI aktif. "Sedangkan di lain pihak TNI sudah menerima substansi masalahnya, yakni sangkaan korupsi untuk ditindaklanjuti berdasar kompetensi peradilan militer," tegas Mahfud.

Mahfud meyakini Henri dan Afri bakal mendapatkan hukuman maksimal di Pengadilan Militer. Apalagi, KPK sudah berkoordinasi dengan TNI mengenai penangkapan ini.

"Meskipun terkadang ada kritik bahwa sulit membawa oknum militer ke pengadilan tetapi biasanya jika suatu kasus sudah bisa masuk Pengadilan Militer sanksinya sangat tegas dengan konstruksi hukum yang jelas," ujarnya.

Puspom TNI sebelumnya menyatakan keberatan ketika KPK menetapkan Henri bersama Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka. Langkah ini dinilai menyalahi aturan militer.

Selanjutnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf atas penetapan itu. Katanya, penyelidik dan penyidiknya khilaf.

Sementara itu, Henri ditetapkan sebagai tersangka sebagai buntut dari operasi tangkap tangan (OTT) di Cilangkap, Jakarta dan Jatisampurna, Bekasi pada Selasa, 24 Juli.

Henri diduga meraup fee atau yang disebut dana komando hingga Rp88,3 miliar. Duit itu dikantongi dari pihak swasta yang ingin mengerjakan proyek di lembaganya sejak 2021-2023 melalui Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.