JAKARTA - Komisi B DPRD DKI Jakarta menyoroti rendahnya realisasi pendapatan daerah pada sektor parkir di Ibu Kota selama tahun 2022.
Berdasarkan laporan pertanggungjawaban APBD tahun anggaran 2022, realisasi pendapatan UP Perparkiran hanya mencapai Rp51,3 miliar atau 72,88 persen dari target sebesar Rp70,4 miliar.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak menyayangkan kondisi mesin parkir meter atau terminal parkir elektronik (TPE) yang dipasang sejak beberapa tahun lalu dan kini terbengkalai.
Kondisi beberapa mesin parkir elektronik tersebut pun telah rusak. Akhirnya, juru parkir di bawah naungan Dishub DKI tak lagi menggunakan mesin tersebut dan memungut parkir secara manual.
Sehingga, retribusi parkirnya masih dipungut secara manual, seperti di Jalan Juanda Raya, Jakarta Pusat; Jalan Pecenongan, Jakarta Pusat; Jalan H. Agus Salim, Jakarta Pusat; hingga Jalan Boulevard Raya, Jakarta Utara.
"Dulu kan mengajukan parkir elektronik dengan mengurangi unsur manusia yang kemudian bisa masuk angin, lalu kita menggunakan parkir elektronik. Seakan-akan itu beda zaman beda perlakuan. Dulu itu jalan baik-baik. Karena ada niat untuk menjalankannya," ungkap Gilbert dikutip dari situs DPRD DKI Jakarta, Jumat, 28 Juli.
Atas dasar itu, Gilbert meminta Dishub DKI untuk mengevaluasi keberadaan mesin parkir elektronik yang kini tak lagi digunakan tersebut.
"Saya kira itu juga perlu memberikan kajian kenapa (mesin elektronik) itu tidak diberdayakan. Kalau hanya sekedar kemudian itu menjadi monumen, bongkar aja,” ungkapnya.
Senada, Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail juga meminta Dishub DKI mengevaluasi mekanisme pemungutan retribusi parkir. Sebab, ia memandang pengelolaan parkir di Jakarta memiliki potensi besar untuk berkontribusi untuk mencapai target pendapatan daerah.
BACA JUGA:
“Kita melihat bahwa memang perlu ada satu evaluasi yang menyeluruh terkait dengan apa, pertama regulasi. Regulasinya itu memang tidak memberi celah bagi terutama bagi penyelenggara maupun yang lainnya untuk melakukan kongkalikong dalam pencatatan," urai Ismail.
"Kedua, kita menilai disini perlunya untuk dilakukan (pencatatan) secara elektronik untuk mengurangi terjadinya potensi kebocoran,” tambahnya.