JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku belum tahu dasar Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Makassar menjatuhkan vonis lepas terhadap Bupati Mimika nonaktif Eltinus Omaleng pada hari ini, Senin, 17 Juli. Penyebabnya pertimbangan putusan itu tak dibacakan seperti di sidang pada umumnya.
"Kami belum mengetahui dasar pertimbangan majelis hakim tersebut karena ternyata pertimbangan putusan tidak dibacakan oleh majelis hakim sebagaimana pembacaan putusan tindak pirana korupsi pada umumnya," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin, 17 Juli.
Meski begitu, KPK menyebut Eltinus terbukti melakukan praktik lancung dengan divonis lepas. "Namun, menurut majelis hakim bukan termasuk pidana," tegas Ali.
Terhadap putusan hakim ini, Ali bilang komisi antirasuah menghargai. Namun, komisi antirasuah akan mengambil langkah hukum selanjutnya.
Adapun pengambilan langkah lanjutan ini bakal dilakukan setelah KPK menerima salinan lengkap putusan. "Kami menghargai putusan majelis hakim dimaksud sekalipun kami juga akan segera mengambil sikap dan langkah hukum berikutnya sehingga perkara tersebut saat ini tentu belum memiliki kekuatan hukum tetap," ungkapnya.
"KPK berharap pihak majelis hakim pada PN Makasar tersebut segera mengirimkan salinan putusan lengkapnya untuk kami pelajari lebih lanjut," sambung Ali.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, Bupati Mimika Eltinus Omaleng resmi ditahan KPK setelah dijemput paksa. Dia menjadi tersangka dugaan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 di Kabupaten Mimika, Papua.
Selain Eltinus, ada dua tersangka lain yang ditetapkan KPK namun belum ditahan. Mereka adalah Kepala Bagian Kesra Setda Kabupaten Mimika yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) Marthen Sawy dan Direktur PT Waringin Megah (WM), Teguh Anggara.
Dalam kasus ini, KPK menduga ada ketidaksesuaian termasuk jangka waktu pekerjaan saat gereja dibangun dan kekurangan volume pekerjaan meski pembayaran sudah dilakukan. Akibatnya, negara merugi hingga Rp21,6 miliar dari nilai kontrak Rp46 miliar.
Berbagai pengaturan diduga dilakukan Eltinus. Salah satunya menunjuk langsung PT Waringin Megah yang dipimpin Teguh Anggara.
Dari penunjukkan ini diduga terjadi kesepakatan pemberian fee sebesar 10 persen di mana 7 persen untuk Eltinus dan 3 persen Teguh.
Selain itu, diduga ada subkontraktor dari perusahaan lain yaitu PT Kuala Persada Papua Nusantara (KPPN) yang bekerja tanpa perjanjian kontrak. Eltinus disebut KPK turut menerima uang sejumlah sekitar Rp4,4 miliar dalam kasus ini.