Bagikan:

JAKARTA - Hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan bahwa mayoritas responden meminta wewenang Kejaksaan untuk menyelidiki, menyidik, dan menuntut tindak pidana korupsi tidak dikurangi.

"Intinya, publik ini ternyata 66,4 persen itu meminta Kejaksaan tetap memiliki kewenangan menyelidiki, menyidik, dan menuntut tindak pidana korupsi," ujar Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi saat memaparkan hasil survei bertajuk ‘Evaluasi Publik Atas Kinerja Lembaga Penegak Hukum dan Perpajakan’ secara virtual, dikutip ANTARA, Minggu 2 Juli.

Seperti diketahui, kewenangan menyelidik, menyidik, hingga menuntut tindak pidana korupsi membuat Kejaksaan berhasil membongkar beragam kasus besar. Sebut saja megaskandal korupsi ASABRI dan Jiwasraya yang berhasil dibongkar Kejaksaan.

Di bawah komando Jaksa Agung Republik Indonesia ST Burhanuddin, Kejaksaan juga berhasil membongkar praktik mafia minyak goreng yang membuat mayoritas masyarakat di Indonesia kesulitan. Temuan Indikator juga menguatkan hal tersebut.

"Overall (secara keseluruhan) publik tidak mau otoritas atau power Kejaksaan sekarang dalam kasus tipikor itu dipreteli," tutur Burhanuddin.

Terkait dengan kasus dugaan korupsi oleh Menteri Komunikasi dan Informatika nonaktif Johnny G Plate yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung, temuan Indikator menunjukkan masyarakat meyakini Johnny melakukan korupsi.

"Yang tahu kasus itu (dugaan korupsi yang melibatkan Johnny G Plate), 80 persen percaya bahwa mantan Menkominfo ini melakukan korupsi," ungkap Burhanuddin.

Di sisi lain, dalam catatan Burhanuddin, separuh masyarakat yang mengetahui kasus tersebut menilai bahwa isu tersebut murni persoalan hukum (50,4 persen) daripada isu yang lebih bermuatan politik (36,3 persen).

Hasil ini diketahui Indikator usai melakukan survei dalam rentang 20-24 Juni 2023, menempatkan 1.220 responden yang berasal dari seluruh provinsi. Responden ditentukan dengan asumsi metode simple random sampling, dengan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen dan margin of error sebesar 2,9 persen.

Menurut Burhanuddin, konsistensi Korps Adhyaksa di bawah komando Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin membuat masyarakat menolak adanya upaya membatasi kewenangan Kejaksaan, yakni sekadar menuntut kasus korupsi.

Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, seorang advokat Yasin Djamaludin memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5), khusus frasa ‘atau Kejaksaan’, Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) khusus frasa ‘atau Kejaksaan’, dan Pasal 50 ayat (4) khusus frasa ‘dan/atau Kejaksaan’ Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Permohonan tersebut terdaftar dalam perkara Nomor 28/PUU-XXI/2023.