Korea Selatan Bakal Bangun Unit Drone Militer Setelah Insiden UAV Korea Utara
Ilustrasi drone militer Korea Selatan. (Wikimedia Commons/대한민국 국군/Republic of Korea Armed Forces)

Bagikan:

JAKARTA - Militer Korea Selatan berencana untuk meluncurkan unit operasi drone yang komprehensif pada Bulan Juli, sebagai bagian dari upayanya untuk meningkatkan kemampuan kendaraan udara tak berawak (UAV), setelah serangan pesawat tak berawak Korea Utara akhir tahun lalu.

Januari lalu, Presiden Yoon Suk-yeol memerintahkan secara langsung pembentukan unit multi-misi yang tidak hanya mampu menangkis ancaman UAV dari Korea Utara secara efektif, tapi juga mampu melakukan pengintaian dan perang psikologis.

Jenderal Lee Bo-hyung dari Komando Penerbangan Angkatan Darat bertanggung jawab atas proyek ini. Cara berbagi peran dan bekerja sama dengan Angkatan Udara untuk melawan ancaman UAV dalam berbagai bentuk telah muncul sebagai salah satu tugas utama, seiring dengan rencana militer untuk terus memperkuat kemampuan pesawat tak berawak.

Sementara itu, salah satu kandidat lokasi unit ini ditempatkan adalah Pocheon, sebuah kota di wilayah timur laut Provinsi Gyeonggi. Kota ini berada di sebelah selatan Cheorwon dan Hwacheon, dua wilayah yang berbatasan dengan Korea Utara, dan memiliki fasilitas militer yang pernah digunakan oleh Korps Angkatan Darat Republik Korea VI yang sekarang sudah dibubarkan.

Ini memungkinkan pengembangan unit UAV dengan cepat, mengingat sebagian besar fasilitas, termasuk bunker bawah tanah, masih dapat digunakan setelah beberapa perbaikan dan peningkatan fungsi.

Untuk memaksimalkan potensi unit ini, para pejabat mengatakan, militer Korea Selatan telah belajar dari negara-negara mitranya yang mengoperasikan unit semacam itu. Beberapa perwira militer baru-baru ini mengunjungi unit operasi UAV Turki untuk menerima saran, demikian menurut para pejabat.

"Kami sedang mengembangkan konsep dan strategi operasional dengan menganalisis kasus-kasus operasi di berbagai negara," ungkap Kepala Staf Gabungan dalam sebuah pernyataan, dilansir dari The Korea Times 28 Juni.

Diketahui, perang Rusia - Ukraina telah menunjukkan betapa mematikannya pesawat tak berawak, dengan kedua belah pihak memanfaatkannya sejak awal konflik.

Bayraktar TB2, UAV bersenjata buatan Turki, telah menjadi salah satu senjata utama Ukraina dalam pertahanannya melawan pasukan Rusia. Ukraina telah menggunakannya untuk operasi yang sangat berisiko untuk tidak hanya menghancurkan tank-tank Rusia dan peralatan militer lainnya, tetapi juga untuk memeriksa situasi di dalam wilayah Rusia.

Banyak ahli, mengatakan UAV telah mengubah arah dan sifat perang modern, sebuah pesan yang tampaknya ditanggapi dengan serius oleh Presiden Yoon.

Diketahui, penyusupan pesawat tak berawak Korea Utara pada Bulan Desember lalu menunjukkan kurangnya kesiapan militer Korea Selatan dalam menghadapi pesawat kecil semacam itu yang bisa membawa senjata mematikan.

Terpisah, analis pertahanan senior di Rand Corporation, sebuah lembaga pemikir kebijakan AS, Bruce Bennett mengatakan kepada The Korea Times setelah provokasi tersebut, ancaman pesawat tak berawak Korea Utara tidak boleh diremehkan.

Militer sejak itu telah mengungkapkan serangkaian rencana pertahanan drone, dengan mengatakan akan melakukan latihan rutin, membeli senjata pengacau drone, dan membangun sistem pembagain informasi secara real-time.

Namun, bagaimana memperoleh teknologi yang dibutuhkan dan jumlah UAV yang cukup untuk unit baru ini masih menjadi tantangan bagi militer, karena mereka bergantung pada perusahaan asing untuk mendapatkan teknologi canggih.

Model pesawat tak berawak yang dikembangkan di dalam negeri, RQ-101, telah digunakan sejak tahun 2002. UAV generasi berikutnya masih dalam tahap pengembangan.

Presiden Yoon sendiri ingin militer untuk meningkatkan sistem untuk produksi massal UAV kecil, serta mengembangkan model siluman baru pada akhir tahun ini.