Bagikan:

JAKARTA - Badan intelijen Rusia sedang menyelidiki apakah agen mata-mata Ukraina Barat berperan dalam pemberontakan gagal tentara bayaran Wagner Grup pada Hari Sabtu lalu.

Dalam wawancaranya dengan Televisi RT, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan, dinas keamanan negara itu tengah menyelidiki apakah intelijen Brat terlibat atau tidak dalam peristiwa 24 Juni.

"Saya bekerja di kementerian pemerintah yang tidak terlibat dalam pengumpulan bukti tindakan melanggar hukum yang dilakukan, tetapi kami memiliki lembaga semacam itu dan, saya jamin, mereka sudah memeriksanya," kata Lavrov, ketika ditanya apakah ada bukti yang menunjukkan keterlibatan intelijen Ukraina atau Barat, dilansir dari TASS 27 Juni.

Dalam kesempatan yang sama, Menlu Lavrov mengungkapkan, Duta Besar Amerika Serikat untuk Rusia Lynne Tracy memberi isyarat kepada Moskow, bahwa Washington tidak ada hubungannya dengan pemberontakan itu dan berharap senjata nuklir Rusia aman.

"Ngomong-ngomong, ketika Duta Besar AS Tracy berbicara dengan pejabat Rusia kemarin, dia mengirim beberapa sinyal. Sinyal-sinyal ini mungkin bukan rahasia; terutama bahwa AS tidak ada hubungannya dengan ini, bahwa AS sangat berharap bahwa senjata nuklir akan baiklah, bahwa diplomat Amerika tidak akan dirugikan," ungkap Menlu Lavrov.

Menurut Lavrov, Duta Besar Tracy juga menegaskan kembali dalam percakapan, situasi permasalahan pemberontakan yang terjadi adalah urusan dalam negeri Rusia.

"Ditegaskan bahwa AS berangkat dari fakta, bahwa semua yang terjadi adalah urusan dalam negeri Federasi Rusia," kata diplomat tinggi tersebut.

Menlu Lavrov juga menyoroti perbedaan sikap yang diambil oleh Washington, terhadap sejumlah percobaan kudeta selama bertahun-tahun di berbagai negara, melihat siapa yang mencoba melakukan kudeta dan siapa yang berkuasa.

Secara khusus, Menlu Lavrov menyoroti kudeta tahun 2014 di Kyiv sebagai contoh.

"Provokasi berdarah terhadap aparat penegak hukum yang tidak bersenjata, kudeta terhadap presiden yang sah, tepat ketika beberapa jam sebelum kudeta ini, sebuah kesepakatan penyelesaian dicapai, didukung oleh Uni Eropa. AS dan sekutu-sekutunya di Eropa tidak memprotes kudeta ini," papar Menlu Lavrov.

Pada saat yang sama, Menlu Lavrov mengingatkan bahwa Barat menyebut situasi ketika ribuan orang di Moldova memprotes secara damai kebijakan presiden negara itu, Maia Sandu, sebagai upaya kudeta.

"Menurut definisi, tidak ada protes di mana Barat tertarik untuk mempertahankan penguasa yang berkuasa, dan di mana pihak berwenang tidak mencerminkan kepentingan satu hegemon, tetapi mencoba untuk mempertimbangkan kepentingan nasional negara mereka dan rakyat mereka, segala macam mata-mata mengintai pihak berwenang. Ini adalah aturan Amerika, ini adalah cara Amerika melihat dunia, seperti yang mereka inginkan dan ingin memperkuatnya," pungkasnya.