Bagikan:

JAKARTA - Rusia mengatakan kepada dunia untuk tidak meremehkan risiko besar perang nuklir yang dikatakan ingin dikurangi, memperingatkan senjata konvensional Barat adalah target yang sah di Ukraina, di mana pertempuran berkecamuk di timur.

"Risikonya sekarang cukup besar," kata Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov kepada televisi pemerintah Rusia menurut transkrip wawancara di situs web kementerian, melansir Reuters 26 April.

"Saya tidak ingin meningkatkan risiko itu secara artifisial. Banyak yang menyukai itu. Bahayanya serius, nyata. Dan kita tidak boleh meremehkannya," tegasnya.

Menlu Lavrov telah ditanya tentang pentingnya menghindari Perang Dunia Ketiga, serta apakah situasi saat ini sebanding dengan Krisis Rudal Kuba 1962, titik terendah dalam hubungan AS-Soviet.

Rusia telah kehilangan "harapan terakhirnya untuk menakut-nakuti dunia agar tidak mendukung Ukraina. Ini hanya berarti Moskow merasakan kekalahan," tulis Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba di Twitter setelah wawancara Lavrov.

Terkait bantuan senjata untuk Ukraina, Menlu Lavrov kembali menegaskan peringatan Rusia, mengatakan hal itu sama dengan keterlibatan Perang langsung dengan Moskow.

Selama kunjungan ke Kyiv, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin menjanjikan lebih banyak bantuan militer untuk Ukraina.

Duta Besar Moskow untuk Washington mengatakan kepada Amerika Serikat untuk menghentikan pengiriman, memperingatkan senjata Barat mengobarkan konflik.

"NATO, pada dasarnya, terlibat dalam perang dengan Rusia melalui proxy dan mempersenjatai proxy itu. Perang berarti perang," sebut Menlu Lavrov.

Diketahui, invasi Rusia selama dua bulan ke Ukraina, serangan terbesar di negara Eropa sejak 1945, telah menyebabkan ribuan orang tewas atau terluka, kota-kota menjadi puing-puing, dan memaksa lebih dari 5 juta orang mengungsi ke luar negeri.

Moskow menyebut tindakannya sebagai "operasi khusus" untuk melucuti senjata Ukraina dan melindunginya dari fasis. Ukraina dan Barat mengatakan ini dalih palsu untuk perang agresi tak beralasan oleh Presiden Vladimir Putin.

Rusia belum merebut salah satu kota terbesar. Pasukannya terpaksa mundur dari pinggiran Kyiv dalam menghadapi perlawanan keras, dengan sekarang memiliki konsentrasi di timur Ukraina.

"Jelas bahwa setiap hari, dan terutama hari ini, ketika bulan ketiga perlawanan kita telah dimulai, setiap orang di Ukraina prihatin dengan perdamaian, tentang kapan semuanya akan berakhir," ujar Presiden Volodymyr Zelenskiy pada Senin malam.