Bagikan:

JAKARTA - Koalisi Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memastikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatur ketentuan penyampaian laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK) oleh peserta Pemilu 2024 dalam Peraturan KPU (PKPU).

"Bawaslu wajib memastikan regulasi KPU tetap mengatur LPSDK yang telah diterapkan pada Pemilu 2014 dan 2019," kata Valentina Sagala selaku perwakilan koalisi yang terdiri atas 146 organisasi masyarakat sipil itu dalam konferensi pers di Media Center Bawaslu, Jakarta, Senin 19 Juni, disitat Antara.

Permintaan itu, lanjut Valentina, telah disampaikan pihaknya secara langsung kepada Ketua Bawaslu Rahmat Bagja sebelum mereka menggelar konferensi pers.

Berikutnya, ia menyampaikan Koalisi Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas mendesak Bawaslu menerbitkan rekomendasi kepada KPU agar segera melengkapi regulasi laporan dana kampanye.

Selain itu, Bawaslu diminta memastikan agar masyarakat mempunyai waktu yang memadai dalam memberi tanggapan atas kebenaran laporan dana kampanye, baik laporan awal dana kampanye (LADK), LPSDK, dan laporan penerimaan pengeluaran dana kampanye (LPPDK).

Menurut Valentina, ketentuan tentang penyampaian LPSDK itu perlu diatur oleh KPU dalam PKPU karena menjadi salah satu instrumen penting bagi pemilih untuk mengambil keputusan politik pada hari pemungutan suara.

Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil itu telah beraudiensi dengan KPU di Kantor KPU, Jakarta, Selasa 6 Juni, yang diwakili oleh anggota KPU Idham Holik.

Dalam kesempatan tersebut, mereka meminta KPU agar tetap mengatur ketentuan penyampaian LPSDK oleh peserta pemilu dalam PKPU.

Menurut Valentina, meskipun KPU mengatakan akan mengakomodasi penyampaian LPSDK melalui aplikasi Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam), ketentuan yang mewajibkan peserta Pemilu 2024 untuk menyampaikan laporan tersebut tetap harus dimuat dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Pelaporan Dana Kampanye Pemilu 2024.

Berikutnya, koalisi masyarakat sipil itu meminta KPU untuk membuka akses informasi publik atas laporan dana kampanye secara memadai, termasuk akses informasi dalam Sidakam dengan format yang mudah diakses oleh publik.

Sebelumnya, KPU menyampaikan langkah menghapus ketentuan pembukuan dan penyampaian LPSDK dari peserta pemilu kepada KPU untuk Pemilu 2024 itu dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR bersama KPU, Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin 29 Juni.

“LPSDK dihapus karena tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu),” ujar Idham dalam kesempatan tersebut.

Pada Pemilu 2019, sebagaimana diatur dalam PKPU Nomor 34 Tahun 2018 tentang Dana Kampanye Pemilu, KPU mewajibkan setiap peserta pemilu menyampaikan LPSDK.

Namun, pada Pemilu 2024, KPU menghapus ketentuan itu dalam Rancangan PKPU tentang Pelaporan Dana Kampanye.

Selain karena LPSDK tidak diatur dalam UU Pemilu, KPU menghapus ketentuan tersebut karena masa kampanye Pemilu 2024 lebih singkat dibandingkan masa kampanye di Pemilu 2019 yang berlangsung selama enam bulan tiga minggu.

"Singkatnya, masa kampanye mengakibatkan sulitnya menempatkan jadwal penyampaian LPSDK. Sebagaimana diatur dalam Lampiran I PKPU Nomor 3 Tahun 2022, masa kampanye selama 75 hari yang akan dimulai pada 28 November 2023 dan akan diakhiri pada 10 Februari 2024," ujarnya.

KPU juga memutuskan untuk menghapus ketentuan penyampaian LPSDK oleh peserta pemilu karena informasi mengenai penerimaan sumbangan dana kampanye itu telah dimuat dalam LADK dan LPPDK.