Lembah Bukit Manjai Jadi Tempat Hidup Kadal "naga terbang"
Draco cornutus biasa disebut cekibar atau naga terbang yang hidup di Taman Biodiversitas Hutan Hujan Tropis di Lembah Bukit Manjai (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Taman Biodiversitas Hutan Hujan Tropis di Lembah Bukit Manjai, Mandiangin, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan menjadi tempat hidup Draco cornutus biasa disebut cekibar atau naga terbang, sejenis kadal kecil yang kini semakin sulit ditemukan.

"Sepanjang mengamati perilaku naga terbang bersama tim Forum Saintis Muda Biologi Indonesia, kami temukan lima ekor draco cornutus yang tersebar di kawasan hutan hujan tropis ini," kata Ferry F. Hoesain, pendiri Taman Biodiversitas Hutan Hujan Tropis di Lembah Bukit Manjai, mengutip Antara, Senin.

Ferry menyebut terdapat sekitar 40 spesies Draco cornutus di dunia dan 21 jenis di antaranya sudah teridentifikasi di Indonesia termasuk yang ditemukan di Lembah Bukit Manjai.

Draco cornutus adalah reptil endemik Kalimantan, termasuk dalam keluarga kadal agamidae yang hidup di hutan tropis.

Tubuhnya berukuran 25 hingga 30 centimeter, mempunyai sepasang sayap di belakang kaki depannya berupa membran patagial.

Sayap ini sebenarnya tulang rusuk yang memanjang dan dilapisi kulit tipis yang membuatnya bisa terbang meluncur dari satu pohon ke pohon yang lain, seperti naga terbang yang ada dalam cerita mitologi kuno.

Ferry menjelaskan Draco cornutus adalah satwa arboreal karena lebih suka tinggal di kanopi pohon besar yang menyediakan banyak makanan, seperti serangga kecil.

Perilaku unik draco jantan selain bisa meluncur terbang, juga sering mengembangkan dewlap berwarna kuning cerah dan runcing untuk mempertahankan teritorialnya, sekaligus menarik perhatian sang bentina.

Walaupun draco ini hidup di atas pohon, namun draco betina sesekali akan turun ke tanah untuk bertelur.

Draco betina menggali lubang kemudian meletakkan telurnya di dalam lubang dan menutupnya.

Sang betina akan menjaga sarangnya selama beberapa waktu untuk memastikan bahwa telurnya jauh dari gangguan predator dan setelah itu kembali naik ke atas pohon.

Diakui Ferry, keberadaan reptil unik ini di alam terancam akibat alih fungsi lahan, banyak pepohonan yang ditebang untuk dijadikan permukiman penduduk, perkebunan dan pertambangan hingga kebakaran hutan serta perburuan liar untuk dijadikan reptil peliharaan.

Sebagai upaya konservasi, pihaknya berupaya membebaskan lahan untuk dijadikan taman Biodiversitas sebagai kawasan perlindungan kekayaan hayati Indonesia.

"Saat ini kami memiliki dua taman Biodiversitas dan satu arboretum lahan basah," ujarnya.