JAKARTA - Ombudsman RI menyatakan bisa menjemput paksa Ketua KPK Firli Bahuri jika dia tak kooperatif dalam proses pemeriksaan dugaan maladministrasi saat pemberhentian Brigjen Endar Priantoro dari jabatan Direktur Penyelidikan. Apalagi, sudah dua surat panggilan yang dikirimkan.
Penjemputan paksa ini juga berlaku bagi Sekjen KPK Cahya H. Harefa dan Kabiro SDM KPK. Ketiganya, dilaporkan Endar ke Ombudsman.
"Ombudsman bisa menghadirkan dan berwenang menghadirkan terlapor secara paksa dengan bantuan kepolisian negara Republik Indonesia," kata anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng, Selasa, 30 Mei.
Robert mengatakan opsi ini sesuai dengan Pasal 31 UU 37 Tahun 2008. "Ini diambil ketika kami menilai ketidakhadiran itu karena unsur kesengajaan, apalagi secara terang benderang menyampaikan argumentasi yang justru mempertanyakan kewenangan Ombudsman," tegasnya.
Namun, ada opsi lain yang bisa diambil Ombudsman yaitu mereka tetap melakukan pengusutan dugaan maladministrasi. Tapi, KPK dianggap KPK tidak menggunakan haknya menjawab laporan.
"Ini terjadi di sejumlah kasus," ujar Robert.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Endar resmi melaporkan Pimpinan, Sekjen, dan Kepala Biro SDM KPK ke Ombudsman RI. Dia menduga terjadi maladministrasi saat dirinya diberhentikan sebagai Direktur Penyelidikan KPK.
Selain itu, dia melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri dan Sekjen KPK Cahya H. Harefa ke Dewan Pengawas KPK. Kemudian, Endar juga melaporkan dugaan pelanggaran lainnya seperti pembocoran dokumen penyelidikan dugaan korupsi di Kementerian ESDM hingga pemaksaan pembuatan dokumen padahal gelar perkara atau ekspose belum dilakukan.
Endar diberhentikan secara hormat dari jabatan Direktur Penyelidikan pada 31 Maret lalu setelah dia sempat dikembalikan ke Polri. Hanya saja, anggota Korps Bhayangkara itu justru diminta balik ke KPK sesuai perintah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.