Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pemerintah segera menyusun aturan pelaksanaan terkait pelaksanaan vaksinasi COVID-19 secara mandiri atau komersial. Sebab, hingga saat ini belum ada payung hukum mengenai kementerian dan lembaga yang ditugaskan untuk mengadakan vaksinasi ini.

"Langkah saran kita adalah menyusun payung hukum bagi kementerian atau lembaga yang ditugaskan untuk mengadakan vaksin mandiri," kata Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar kepada wartawan, Jumat, 15 Januari.

Dia mengatakan, aturan ini penting untuk mencegah adanya penyimpangan. Apalagi, bukan tak mungkin ke depan ada perusahaan yang memanfaatkan kebutuhan masyarakat untuk mengeruk keuntungan.

"Kenapa kita berpikir untuk mlakukan pencegahan, karena menghindari salah sasaran kemudian negara bisa rugi dan ada konflik kepentingan di dalamnya untuk itu," ungkapnya.

Dengan adanya aturan yang jelas, maka ke depan diharapkan tak ada perusahaan yang sembarang mematok harga. Sementara terkait permintaan ini, kata Lili, sudah disampaikan KPK kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Menteri BUMN Erick Thohir saat menggelar audiensi di gedung KPK, Jakarta, beberapa waktu lalu. 

"Itu yang kita sarankan kepada Menteri Kesehatan dan Menteri BUMN untuk bisa dilaksanakan," tegasnya.

Terpisah, Plt Juru Bicara KPK bidang pencegahan Ipi Maryati mengatakan pengawalan soal vaksinasi COVID-19 tak hanya dilakukan lembaganya tapi juga bekerjasama dengan instansi lain.

"Melalui tim lintas instansi yang dibentuk, di antaranya terdiri dari Kemkes, BPKP, LKPP, Kejaksaan, dan Kepolisian, KPK terlibat memberikan masukan dan turut mengawal kebijakan pemerintah terkait pengadaan dan rencana pemberian vaksin," kata Ipi.

Selain itu, ada sejumlah rekomendasi terkait vaksin yang disampaikan KPK seperti meminta pembelian vaksin tak dilakukan dalam jumlah besar hingga hasil uji klinis tahap tiga diketahui dan pembelian vaksin harus mendapatkan pertimbangan dari Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

"Serta meminta pertimbangan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan TUN (Jamdatun), LKPP, dan BPKP untuk membantu menganalisis draf kontrak pengadaan vaksin," ungkapnya.

Dari rekomendasi itu, Ipi mengatakan sudah ada yang dijalankan oleh pemerintah. Namun, Ipi memastikan pihaknya bakal terus mengawal pengadaan vaksin agar tak terjadi penyimpangan maupun kerugian keuangan negara.

"Ke depan, sesuai pertemuan dengan menteri BUMN dan Menteri Kesehatan pada Jumat, 8 Januari 2021 disepakati kerja tim tersebut akan terus dilanjutkan dan diperkuat untuk mengawal proses distribusi dan pemberian vaksin dengan penggunaan NIK sebagai basis data pemberian vaksin," pungkasnya.