Panggilan Kedua Mangkir Lagi, Bareskrim Bakal Bawa Paksa Dito Mahendra
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani (kiri) kepada wartawan, Selasa, 4 April. (Rizky AP/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Bareskrim Polri bakal membawa paksa Dito Mahendra bila kembali mangkir pada panggilan kedua di kasus kepemilikan senjata api (senpi) ilegal. Penyidik sudah menjadwalkan pemeriksaan pada Kamis, 6 April.

"Panggilan kedua nggak hadir nanti penyidik lengkapi dengan surat perintah membawa yang bersangkutan," ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani kepada wartawan, Selasa, 4 April.

Perintah membawa paksa itu sesuai dengan Pasal 112 ayat 2 KUHAP. Pasal itu berisi 'Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya'.

Dito sedianya diagendakan menjalani pemeriksaan, Senin, 3 April. Hanya saja, ia tak hadir atau mangkir.

Melalui pengacaranya, alasan Dito tak memenuhi panggilan pemeriksaan karena sedang berada di luar kota. Walaupun, tak dirinci kota yang dimaksud.

Disisi lain, Djuhandhani menyebut, dalam penanganan kasus ini, penyidik tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Sebab, sampai saat ini belum diketahui pemilik dari 9 senpi ilegal tersebut. Meski, tak dipungkiri senpi ilegal itu ditemukan di rumah Dito Mahendra.

"Senjata menang didapatkan di sebuah rumah tapi kita belum tau sejauh mana, walaupun rumah itu kita pastikan milik yang dimiliki arau dihuni oleh seseorang," kata Djuhandhani.

Adapun, kasus kepemilikan senpi ilegal Dito Mahendra telah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Peningkatan itu berdasarkan hasil gelar perkara.

Ada 9 senpi yang ditemukan di rumah Dito Mahendra dinyatakan ilegal. Sebab, tak memiliki surat resmi.

Senjata api yang dinyatakan ilegal antara lain, pistol jenis Glock 17, Revolver S&W, pistol Glock 19 Zev, dan pistol Angstatd Arms

Lalu, senapan jenis Noveske Refleworks, AK 101, senapan Heckler & Koch G 36, pistol Heckler & Koch MP 5, dan senapan angin Walther.

Dalam kasus ini, Dito diduga melanggar Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang nomor 12 tahun 1951.