441 Polisi Terluka dan 475 Orang Ditangkap, Presiden Macron Lanjutkan Program Perubahan Pensiun
Presiden Prancis Emmanuel Macron. (Wikimedia Commons/Влада на Република Северна Македонија)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Hari Jumat menegaskan, ia akan tetap melanjutkan reformasi aturan pensiun, mengabaikan seruan pemimpin serikat pekerja untuk menangguhkan undang-undang pensiun yang baru, di tengah-tengah kekerasan jalanan terburuk di Prancis dalam beberapa tahun terakhir.

Bentrokan terjadi di seluruh wilayah Prancis pada Kamis malam, di pinggiran protes damai yang selama berminggu-minggu telah mengumpulkan banyak orang yang menentang kenaikan usia pensiun dua tahun menjadi 64 tahun.

Sebuah kantor polisi menjadi sasaran di kota barat Lorient, pintu masuk utama balai kota Bordeaux dibakar dan ratusan kebakaran terjadi di seluruh negeri. Sebanyak 441 petugas polisi terluka dan 475 orang ditangkap. Puluhan pengunjuk rasa juga terluka.

Akibat kekerasan dan bentrokan selama unjuk rasa, kunjungan kenegaraan Raja Inggris Charles III ke Prancis yang semula dijadwalkan Hari Minggu, telah ditunda.

Sebelumnya pada hari itu, kepala serikat buruh CFDT Laurent Berger, mendesak Presiden Macron untuk "membuat isyarat" untuk menenangkan keadaan. Solusinya, Berger yang berpengaruh itu menyarankan, adalah menghentikan sementara reformasi selama enam bulan dan mencari kompromi.

Namun ketika ditanya mengenai hal ini setelah KTT Uni Eropa di Brussels, Presiden Macron hanya mengulangi komentar yang dibuatnya awal pekan ini, tentang keterbukaannya untuk mendiskusikan perubahan kebijakan di masa depan dengan serikat pekerja.

"Kami akan terus bergerak maju. Prancis tidak boleh berhenti," katanya, melansir Reuters 24 Maret.

"Kami tidak akan menyerah pada kekerasan, saya mengutuk kekerasan dengan sekuat tenaga," sambungnya.

Dia menambahkan bahwa undang-undang pensiun, yang didorong pemerintah melalui parlemen tanpa pemungutan suara, akan berjalan dengan sendirinya, yang saat ini sedang ditinjau ulang legalitasnya oleh dewan konstitusional Prancis.

Terpisah, di Paris dan banyak kota di seluruh negeri, para petugas kebersihan memilah-milah pecahan kaca, tong sampah yang hangus, dan halte bus yang hancur setelah terjadi bentrokan hebat semalam antara para anarkis berbaju hitam dan polisi.

Diketahui, jajak pendapat menunjukkan mayoritas pemilih menentang RUU pensiun. Mereka semakin marah dengan keputusan pemerintah untuk melewatkan pemungutan suara di parlemen dan oleh Presiden Macron yang membandingkan beberapa protes dengan penyerbuan ke Gedung Kongres AS pada 6 Januari 2021.

Gelombang protes dan bentrokan terbaru ini menjadi tantangan paling serius bagi Pemerintahan Presiden Macron, sejak pemberontakan "Rompi Kuning" oleh orang-orang kelas pekerja yang tidak puas empat tahun lalu.

Sementara itu, bagi Paul, seorang pensiunan di Paris, hal itu sudah keterlaluan.

"Kekerasan tidak pernah menjadi cara untuk didengar," katanya.

Namun Bastien Mrozovski, lebih memahami, di saat jajak pendapat menunjukkan banyak orang kecewa dengan gaya kepemimpinan Macron.

"Ada upaya untuk mencoba dengan diplomasi lunak, dengan serikat pekerja, dengan protes yang cukup damai selama beberapa minggu terakhir. Sekarang, ada ambang batas yang dilewati secara paksa, yang mengarah pada kekerasan di sisi lain," terang Mrozovski.

Diketahui, serikat-serikat pekerja telah menyerukan aksi regional selama akhir pekan dan pemogokan dan protes nasional baru pada Hari Selasa.