Demonstran Libanon Adukan Kelalaian Pemerintahnya ke Presiden Perancis
Ilustrasi (Sumber: Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Warga Libanon menggelar unjuk rasa pasca ledakan Beirut. Masyarakat memprotes pemerintah karena menganggap bencana yang terjadi pada Selasa akibat kelalaian otoritas. Mereka juga meminta Presiden Perancis Emmanuel Macron untuk membantu membawa perubahan politik Libanon, saat dirinya berkunjung ke pelabuhan yang hancur akibat ledakan.

Melansir The Guardian, Jumat 7 Agustus, demonstrasi digelar di tengah jalan yang rusak menuju parlemen dan di antara puing-puing ledakan. Kantor Berita Nasional yang dikelola Pemerintah Libanon mengatakan aksi tersebut memicu kebakaran, merusak toko-toko dan melemparkan batu ke pasukan keamanan. 

Massa bentrok dengan aparat setempat. Polisi yang berusaha meredakan massa terpaksa melemparkan gas air mata. Beberapa demonstran terluka akibat bentrokan. 

Sebelumnya pada Kamis 6 Agustus, para demonstran mendesak Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk membantu membawa perubahan politik Libanon. Saat itu Presiden Macron tengah mengunjungi pelabuhan kota yang hancur akibat ledakan tersebut. 

"Saya jamin, bantuan tidak akan sampai ke tangan koruptor," kata Macron kepada para pengunjuk rasa. Saya akan berbicara dengan semua kekuatan politik untuk meminta mereka membuat pakta baru. Saya di sini hari ini untuk mengusulkan pakta politik baru kepada mereka," kata Macron.

Penyelidikan independen

Ketika tentara Libanon menguasai area ledakan pada hari pertama keadaan darurat yang akan berlangsung selama dua minggu. Ada seruan di dalam dan di luar negeri untuk penyelidikan independen terhadap bencana tersebut. 

Dalam kunjungannya, Presiden Macron menyatakan bahwa ia mendukung seruan untuk penyelidikan internasional yang terbuka dan transparan. Dia berkata kini telah melihat lagsung ekspresi kemarahan yang dia dengar selama ini. 

"Saya tidak bisa memulai revolusi, semua ada di tangan rakyat Libanon," katanya. "Saya akan mendukung rakyat tetapi saya tidak akan ikut campur dalam politik Libanon."

Prancis diketahui menyelenggarakan konferensi internasional untuk mengoordinasikan pendanaan. Nantinya dana yang terkumpul digunakan untuk penyediaan makanan, obat-obatan dan perumahan bagi Libanon, tambahnya.

Laporan yang didapat pada Jumat 7 Agustus pukul 10.00 WIB, korban tewas diketahui sebanyak 157 orang dan 5,000 orang lebih terluka. Diperkirakan akan banyak jasad yang ditemukan dalam operasi pencarian dan penyelamatan yang sedang berlangsung. 

Ledakan juga menyebabkan ribuan orang kehilangan tempat tinggal dan kerugian negara hingga 15 miliar dolar Amerika Serikat (AS).  Para pejabat Libanon mulai saling menyalahkan karena membiarkan zat yang sangat eksplosif itu berada di dekat lingkungan tempat tinggal banyak orang selama enam tahun. 

Diketahui, ledakan Beirut diduga berasal dari amonium nitrat dari sebuah kapal Rusia yang berlabuh di Beirut pada 2013. Kapal tersebut ditinggalkan oleh pemiliknya asal Rusia dan beberapa awak kapal dari Ukraina.