Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengusut alasan Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe selalu minta diobati di Singapura. Apalagi, tenaga kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta mampu menangani tersangka dugaan suap dan gratifikasi tersebut.

"Sedang kita dalami motifnya kenapa Pak LE selalu menginginkan berobat ke Singapura. Ada apa sebenarnya. Itu yang bisa kami sampaikan," kata Direktur Penyidikan Asep Guntur kepada VOI, Kamis, 23 Maret.

Asep memastikan Lukas tidak perlu harus dibawa ke Singapura untuk berobat. Kepastian ini didapat setelah mereka melakukan rapat koordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) serta stakeholder lainnya.

"Bahwa hasilnya, untuk masalah perawatan kesehatan di Jakarta, baik perawatan atau tenaga medisnya sangat memadai. Jadi untuk tenaga medis di RSPAD sangat memadai tidak perlu berobat ke sana (ke Singapura, red) terkait penyakit Pak LE," tegasnya.

Lukas kembali berulah dengan menyatakan mogok minum obat karena dia ingin dirawat di Singapura. Bahkan, pengacaranya, Petrus Bala Pattyona menyebut kliennya itu sudah menandatangan surat pernyataan.

"Dalam surat pernyataan itu Bapak Lukas Enembe menolak minum obat-obatan yang disediakan dokter KPK karena tidak ada perubahan atas sakit yang dideritanya," ungkap kuasa hukum Lukas tersebut pada Rabu, 21 Maret.

Sebagai informasi, Lukas Enembe telah ditetapkan sebagai tersangka suap dan gratifikasi. Ia kini sedang ditahan di Rutan KPK.

KPK mengungkap penerimaan suap diduga berasal dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka. Sementara gratifikasi diduga diberikan pihak swasta lain agar mendapat proyek di Papua.

Dalam upaya pengusutan kasus yang menjerat Lukas ada sekitar 90 saksi yang diperiksa. Mereka terdiri dari berbagai unsur di antaranya digital forensik, ahli accounting forensik, dan ahli dari kesehatan.

Tak sampai di sana, KPK juga sudah menyita uang sekitar Rp50,7 miliar; emas batangan, cincin batu mulia, dan empat unit mobil. Penyitaan ini dilakukan untuk melengkapi bukti praktik lancung yang dilakukan kepala daerah itu.

Kemudian, penyidik membekukan rekening atas nama Lukas dan pihak terkait yang di dalamnya terdapat uang sebesar Rp81,8 miliar dan 31.559 dolar Singapura.