Bagikan:

JAKARTA - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mencopot Yani Wahyu Purwoko dari jabatan Wali Kota Jakarta Barat (Jakbar). Saat ditanya mengenai hal ini, Yani mengaku tidak mengetahuinya.

"Enggak tahu. Saya enggak tahu," jawab Yani saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Senin, 20 Maret.

Kini, posisi Yani digantikan oleh Uus Kuswanto yang sebelumnya menjabat sebagai Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah DKI Jakarta. Uus telah menjalani fit and proper test alias uji kepatutan dan kelayakan sebagai calon Wali Kota Jakbar hari ini.

Menjawab hal itu, Yani juga mengaku tidak tahu bahwa posisinya akan diganti dengan Uus. Yani pun menunjukkan raut muka kesal dan enggan menjawab dengan lugas saat ditanya perihal tersebut.

"Ah, mana saya tahu," ungkap Yani yang langsung menjauhi awak media.

Sebagai informasi, Yani Wahyu diangkat oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai Wali Kota Jakarta Barat sejak tahun 2021 sampai saat ini.

Heru Budi mengganti jabatan Yani dari Wali Kota Jakbar dengan Uus Kuswanto yang sebelumnya menjabat sebagai Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah DKI Jakarta. Uus sebelumnya juga pernah menjabat sebagai Wali Kota Jakbar pada September 2020 hingga Oktober 2021.

Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Inggard Joshua mengungkapkan penyebab pergantian jabatan Wali Kota Jakbar tersebut. Menurut Inggard, selama Yani menjabat, Pemerintah Kota Jakbar kurang optimal dalam menagih kewajiban pengembang yang diperuntukkan sebagai fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) masyarakat.

"Ini kelihatannya ada permasalahan, kan. Permasalahan untuk kepentingan masyarakat atau kebutuhan publik yang belum terealisasi dengan baik," kata Inggard kepada wartawan.

Padahal, permasalahan inventarisasi aset di Jakarta Barat kerap menjadi sorotan DPRD. Saat baru menjabat Wali Kota Jakbar, Yani sempat diwanti-wanti Ketua DPRD DKI Jakarta untuk menagih kewajiban pengembang yang belum menyerahkan aset menjadi milik Pemprov DKI.

Belum lagi, banyak aset fasos dan fasum dari pengembang yang bermasalah saat akan diinventarisasi Pemprov DKI. Hal ini disebabkan oleh kondisi pengembang selaku pemegang surat izin penunjukkan penggunaan tanah (SIPPT) yang sudah berstatus pailit atau bangkrut.

"Artinya, masalah penanganan fasos dan fasum yang belum terlaksana dan belum optimal," ujar Inggard.