Bagikan:

JAKARTA - Bareskrim Polri kembali menetapkan Henry Surya sebagai tersangka kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Namun, kali ini terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pemalsuan dokumen.

"Sudah (penetapan tersangka, red), iya (Henry Surya tersangka, red)," ujar Direktur Reserse Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan kepada VOI, Rabu, 15 Maret.

Penetapan tersangka terhadap Henry Surya berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan beberapa waktu lalu. Penyidik menilai unsur pidana baik formil dan materiil telah terpenuhi.

Namun, mengenai detail penanganan kasus KSP Indosurya, Whisnu menyebut akan menyampaikannya secara gamblang pada Jumat, 17 Maret mendatang.

"Jumat press relasenya ya," kata Whisnu.

Bareskrim Polri sudah memeriksa lebih dari 25 pihak dalam pengusutan dugaan TPPU dan pemalsuan dokumen kasus KSP Indosurya. Beberapa di antaranya Dinas Koperasi DKI Jakarta hingga pada korban.

"Saksi yang sudah diperiksa sebanyak 25 orang, di antaranya pendiri kospin, Dinas Koperasi DKI Jakarta, Sudinkop Jakarta Pusat, dan nasabah," ujar Kasubdit III TPPU Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Kombes Robertus Yohanes De Deo Tresna Eka Trimana.

Dalam pengusutan TPPU, penyidik juga sedang mendalami 23 perusahaan yang diduga menerima aliran dana dari KSP Indosurya.

Meski keterlibatan perusahaan tersebut menerima aliran dana sedianya sudah diusut dalam penanganan sebelumnya.

“Penelusuran terus dilakukan meskipun berkas telah dikirim dan disidangkan. Kami bersinergi terus dengan PPATK dan JPU untuk saling bertukar informasi," ungkap De Deo.

Sebagai pengingat, dibukanya penyidikan baru kasus KSP Indosurya karena sebelumya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat memvonis lepas tersangka pemilik Indosurya, Henry Surya.

Dalam putusannya hakim menilai tindakan terdakwa dalam perkara KSP Indosurya itu, bukan merupakan ranah pidana, melainkan perdata.

Padahal, tuntutan dari JPU bisa membuat bos Indosurya itu didakwa tuntutan pidana penjara selama 20 tahun dan denda Rp200 miliar subsider satu tahun kurungan.