JAKARTA - Polisi Pakistan pada Hari Minggu memberikan surat perintah penangkapan kepada mantan perdana menteri Imran Khan, untuk memastikan kehadirannya di pengadilan atas tuduhan menyalahgunakan jabatannya untuk menjual hadiah negara, kata pihak berwenang, setelah pendukung Khan berusaha mencegah polisi masuk ke rumahnya.
Komisi pemilihan Pakistan pada Bulan Oktober menemukan mantan atlet kriket berusia 70 tahun yang kemudian menjadi politisi itu bersalah, karena secara tidak sah menjual hadiah dari pejabat asing.
Badan Investigasi Federal kemudian mengajukan tuntutan terhadapnya di pengadilan anti-korupsi, yang pekan lalu mengeluarkan surat perintah penangkapan setelah Khan tidak hadir di pengadilan meski sudah dipanggil berulang kali.
Khan telah menuntut pemilihan cepat sejak pemecatannya dari jabatannya dalam pemungutan suara parlemen awal tahun lalu, permintaan yang ditolak oleh penggantinya Shehbaz Sharif, yang mengatakan pemungutan suara akan diadakan sesuai jadwal akhir tahun ini.
Khan yang memimpin kampanye protes di seluruh negeri untuk mendesak pemungutan suara awal tahun lalu, sempat ditembak dan terluka di salah satu aksi unjuk rasa.
Mengacu pada ketidakhadirannya di pengadilan dan insiden penembakan, Khan mengatakan pada Hari Minggu: "Mereka (polisi) tahu ada ancaman terhadap hidup saya," menambahkan bahwa pengadilan tidak memberikan keamanan yang memadai, melansir Reuters 6 Maret.
Ajudan Khan, Fawad Chaudhry mengatakan, dia tidak bisa ditangkap karena dia telah mendapatkan jaminan perlindungan dari pengadilan tinggi.
Chaudhry menjelaskan, pemerintah ingin menebar kekacauan politik dan menghindari pemilihan dini dengan menangkap mantan perdana menteri, yang masih populer di kalangan pemuda dan pemilih perkotaan.
BACA JUGA:
Terpisah, polisi Islamabad mengatakan dalam sebuah pernyataan, ketika Khan tidak ditemukan di kediamannya di Lahore, mereka menjalankan perintah penangkapan.
Khan diharuskan hadir di pengadilan pada 7 Maret. Jika dia gagal melakukannya, polisi akan diminta untuk menangkapnya dan membawanya ke pengadilan, menurut Menteri Dalam Negeri Rana Sanaullah.