Firli Sebut Baru Setengah Pejabat Legislatif dan Eksekutif yang Laporkan Harta Kekayaannya ke KPK
Ketua KPK Firli Bahuri/DOK Humas KPK

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memastikan akan meningkatkan pengawasan terhadap Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Masih banyak wajib lapor yang ternyata belum menyampaikan hartanya, termasuk pejabat legislatif.

"Hari ini eksekutif baru sampai sekitar 53 persen (yang melapor, red). Dari legislatif itu baru 38 persen," kata Firli kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 2 Maret.

Sementara dari penyelenggara negara di yudikatif yang sudah melapor mencapai 94,8 persen. Firli bilang, KPK akan terus menunggu mereka menyampaikan jumlah harta kekayaannya hingga akhir Maret ini.

"Tanggal 31 Maret adalah akhir daripada penyelenggara negara menyampaikan LHKPN," tegasnya.

Firli menyatakan sudah memberi saran agar penyelenggara negara jujur menyampaikan laporan kekayaannya. Salah satunya, mendorong pembahasan RUU Perampasan Aset di DPR RI.

"KPK sudah mengajukan saran cukup strategis terkait dengan supaya penyelenggara jujur memberikan LHKPN. Kita dan Presiden bersepakat untuk meminta DPR dan pemerintah untuk melakukan pembahasan RUU untuk menjadi UU Perampasan Aset," ujarnya.

"Saya kira ini menjadi perhatian KPK dan juga presiden sampaikan tanggal 7 Februari lalu," sambung Firli.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mendorong RUU Perampasan Aset segera disahkan. Pernyataan ini disampaikan pada Selasa, 7 Februari lalu.

"Saya mendorong agar RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dapat segera diundangkan dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal segera dimulai pembahasannya," kata Jokowi seperti dilansir Antara.

Rancangan perundangan ini diketahui sudah 10 tahun tidak pernah dibahas DPR RI padahal diusulkan sejak 2012. Padahal, perundangan ini penting karena Indonesia telah menyerahkan instrumen ratifikasi atas United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) dan United Nations Convention Against Transnational Organized Crimes (UNCTOC) beberapa tahun lalu sebagai rujukan pembentukan RUU Perampasan Aset.