Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tak ada sanksi tegas bagi pejabat yang tak menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). KPK lebih memilih menunggu inisiatif pemerintah maupun DPR untuk membuat aturan pejabat ogah melapor bisa dihukum.

"Saya kira tentu kita tunggu hak inisiatif dari pemerintah maupun DPR," kata Ketua KPK Firli Bahuri kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 15 Desember.

Firli menyebut saat ini memang sudah ada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara Bebas Korupsi dan KKN. Disebutkan di sana, pejabat yang tak melaporkan kekayaan bisa kena sanksi administratif.

Hanya saja, dia ingin ada efek jera lain yang bisa ditimbulkan. Apalagi, KPK selama ini selalu menganggap LHKPN adalah salah satu cara mencegah korupsi.

"Kalau kita berkeinginan itu betul-betul ada daya paksa. Karena sebenarnya penegakan hukum itu kan tujuannya, satu adalah rekayasa sosial dan kedua adalah alat paksa," tegasnya.

Selain itu, Firli juga menganggap aturan di UU Nomor 28 Tahun 1999 harusnya diperluas. Penyebabnya, dia melihat ada pihak yang sebenarnya keputusan bagi negara tapi tak harus melaporkan kekayaannya karena tidak dianggap sebagai penyelenggara negara.

"Ada beberapa pihak yang memiliki kekuasaan yang besar tapi tidak masuk dalam penyelenggara negara," ujarnya.

"Misalnya, pengurus partai politik. Dia tidak masuk disitu," sambung Firli.

Meski begitu, Firli tak mau bicara banyak soal kemungkinan perbaikan maupun diperbaruinya pasal itu sehingga pejabat yang tak laporkan kekayaannya bisa ditindak. Dia memilih mengingatkan mereka untuk taat melaporkan hartanya sebagai upaya pencegahan korupsi.

Kata dia, pejabat bisa melaporkan kekayaannya sebelum menjabat, selama menjabat, dan ketika melepas jabatannya. Hal ini sesuai aturan perundangan.

"Amanat pelaporan itu perintahnya ada dua. Satu, melaksanakan pelaporan secara terus menerus. ... Amanat berikutnya adalah melakukan sebelum dan setelah masa jabatan," jelas Firli.

Sebagai informasi, KPK mencatat jumlah pejabat yang melaporkan harta kekayaan mereka hingga November 2022 mencapai 98,10 persen. Pada periode itu, ada 375.878 laporan dari jumlah 383.147 pejabat yang wajib lapor.

Adapun instansi yang pejabatnya paling taat melapor adalah BUMN atau BUMD dengan nilai 97.04 persen; lembaga yudikatif dengan nilai 96,53 persen; dan lembaga eksekutif sebanyak 93,76 persen.

Sementara yang paling rendah adalah lembaga legislatif. Jumlah pejabat yang patuh melaporkan kekayaannya hanya sebesar 89.83 persen.