Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut praktik rasuah di Tanah Air masih terjadi karena risiko ketahuannya sangat kecil. Akibatnya, banyak penyelenggara negara yang korup.

"Saya melihat risiko diketahuinya, tertangkapnya koruptor itu rendah. Ini menyebabkan para penyelenggara negara ataupun pejabat itu juga masih merasa nyaman untuk melakukan tindakan korupsi," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata seperti dikutip dari YouTube Kemenkeu RI, Rabu, 14 Desember.

Alexander juga menyebut risiko rendah ini ternyata menghasilkan pendapatan besar dalam waktu cepat. Sehingga, banyak pejabat yang tergiur melakukan praktik lancung ini.

Kalaupun ada pejabat yang tertangkap melakukan praktik lancung, Alexander bilang mereka sedang sial atau apes. Dia juga menyebut sebenarnya tak ada yang istimewa saat koruptor tertangkap tangan melakukan korupsi.

Penyebabnya, sebenarnya banyak pejabat yang melakukan praktik serupa namun mereka tak tertangkap karena lebih rapi. "Saya kok masih merasa orang yang kemudian tertangkap tangan atau berperkara korupsi itu apes, bukan kejadian yang luar biasa. Apes saja itu," tegasnya.

Hal inilah yang membuat pemberantasan korupsi belum menghasilkan dampak signifikan. Kata Alexander, keyakinannya ini terlihat dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang cenderung stagnan dalam beberapa tahun terakhir.

"IPK indonesia selama lima tahun terakhir berkutat di angka 37-38, pernah di angka 40, turun lagi 38. Kalau itu kita jadikan tolok ukur keberhasilan pemberantasan korupsi, ya memang belum menunjukkan hasil yang menggembirakan," ujarnya.

Sehingga, semua pihak diminta menaruh perhatian pada upaya pemberantasan korupsi. "Ini bukan persoalan KPK. Bukan. Ini persoalan kita bersama," pungkasnya.