Penyampaian LHKPN Pejabat Harusnya Diatur Lewat PP Atau Perpres Supaya Tak Ada yang 'Pura-pura Lupa'
Ilustrasi kekayaan (Photo by Jingming Pan on Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Manajer Departemen Riset TII Wawan Suyatmiko menilai aturan terkait pelaporan harta kekayaan yang wajib dilakukan pejabat negara harusnya makin dipertegaskan dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden.

Hal ini disampaikannya menanggapi permintaan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri agar pembuat legislasi membuat payung hukum pemberian sanksi bagi pejabat yang bandel tak menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Padahal laporan ini bisa menjadi alat deteksi dini perilaku korup.

"Semestinya aturan terkait LHKPN diadakan setingkat Peraturan Pemerintah atau minimal Peraturan Preisden yang memuat antara lain kepatuhan, akurasi, dan validitas sebuah laporan kekayaan yang harus dilaporkan secara rutin," kata Wawan saat dihubungi VOI, Senin, 15 November.

Menurutnya, aturan ini juga penting memuat sanksi bukan hanya administratif tapi juga pidana apalagi jika memenuhi unsur kejahatan. Sehingga, Wawan bilang, pejabat yang tidak melaporkan kekayaan mereka dapat dikenakan hukuman.

"Jika setiap Penyelenggara Negara tidak mematuhi aturan tersebut maka akan ada konsekuensi hukum, bisa bersifat administratif maupun hingga pidana, jika memenuhi unsur kejahatan," tegasnya.

Lebih lanjut, Wawan mengamini jika LHKPN yang disampaikan ke KPK bisa menjadi instrumen pencegahan korupsi. Hanya saja, pelaksanaannya harus dilakukan secara rutin, akurat, dan valid.

"LHKPN adalah salah satu instrumen pencegahan korupsi dengan syarat setiap penyelenggara negara rajin dan rutin melaporkan, ditambah dengan pelaporan yang akurat dan valid. Jika hanya dipenuhi dari unsur kepatuhannya saja, maka belum bisa diartikan sebagai bagian dari upaya pencegahan korupsi," ujar Wawan.

Dirinya juga berpesan, sambil menunggu pemberian sanksi digodok, Pimpinan KPK bisa memberi contoh dengan rajin melaporkan kekayaannya. Sehingga, ke depan makin banyak pejabat yang mengikuti langkah mereka.

Sebelumnya, KPK Firli Bahuri mendesak pemerintah dan DPR RI membuat aturan tegas serta pemberian sanksi bagi pejabat yang telat menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Ia mengatakan hal ini bisa dilakukan dengan merevisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme.

"Kita mendesak DPR RI dan pemerintah menggodok aturan sanksi yang dapat memaksa penyelenggara negara patuh melaporkan kekayaan," kata Firli dalam keterangan tertulisnya yang dikutip pada Jumat, 12 November.

Menurutnya, sanksi tegas ini perlu untuk diberikan kepada pejabat yang kerap terlambat atau bahkan tak melaporkan harta kekayaan mereka. Pemberian sanksi administratif yang sekarang sudah tertuang dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 dianggap belum galak dan tak memberikan efek jera.

"Sudah saatnya pula menghadirkan aturan pembuktian terbalik bagi penyelenggara negara," tegas Firli.

Lagipula, aturan tegas bagi pejabat yang tidak melaporkan kekayaan mereka secara benar dan tepat waktu dirasa penting. Apalagi, LHKPN menjadi upaya masyarakat untuk memantau para pejabat dan cara KPK untuk menutup celah praktik rasuah di Tanah Air.

"Ketidakpatuhan melaporkan harta kekayaan bagi pejabat publik merupakan salah satu mental korup yang harus dikikis," ujar Firli.