Firli Bahuri Minta Ada Sanksi Tegas Bagi Pejabat yang Telat Laporkan Harta Kekayaannya ke KPK
Ketua KPK Firli Bahuri. (Foto: Humas KPK)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mendesak pemerintah dan DPR RI membuat aturan tegas serta pemberian sanksi bagi pejabat yang telat menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Ia mengatakan hal ini bisa dilakukan dengan merevisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme.

"Kita mendesak DPR RI dan pemerintah menggodok aturan sanksi yang dapat memaksa penyelenggara negara patuh melaporkan kekayaan," kata Firli dalam keterangan tertulisnya yang dikutip pada Jumat, 12 November.

Menurutnya, sanksi tegas ini perlu untuk diberikan kepada pejabat yang kerap terlambat atau bahkan tak melaporkan harta kekayaan mereka. Pemberian sanksi administratif yang sekarang sudah tertuang dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 dianggap belum galak dan tak memberikan efek jera.

"Sudah saatnya pula menghadirkan aturan pembuktian terbalik bagi penyelenggara negara," tegas Firli.

Lagipula, aturan tegas bagi pejabat yang tidak melaporkan kekayaan mereka secara benar dan tepat waktu dirasa penting. Apalagi, LHKPN menjadi upaya masyarakat untuk memantau para pejabat dan cara KPK untuk menutup celah praktik rasuah di Tanah Air.

"Ketidakpatuhan melaporkan harta kekayaan bagi pejabat publik merupakan salah satu mental korup yang harus dikikis," ujar Firli.

Diberitakan sebelumnya, KPK kerap mengingatkan para penyelenggara negara untuk melaporkan harta kekayaan mereka. Terbaru, peringatan ini disampaikan untuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang ternyata baru 18 persen pejabatnya menyampaikan LHKPN milik mereka.

"Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri RI tahun 2020 terdapat total 1.094 BUMD. Dari data tersebut, KPK mencatat 202 atau sekitar 18,46 persen BUMD yang telah terdaftar LHKPN," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati kepada wartawan, Senin, 8 November.

Tak hanya itu, ia juga mengatakan dari 202 BUMD yang terdaftar 87 di antaranya telah membentuk Unit Pengelola LHKPN (UPL) Mandiri. Sementara sisanya, masih bergabung bersama UPL pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota.

Ipi mengingatkan tiap pejabat di jajaran BUMD punya untuk melaporkan harta kekayaan mereka secara benar.

Apalagi, sesuai dengan penjelasan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme disebutkan jajaran direksi, komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada BUMN atau BUMD merupakan pejabat yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara dan rawan terhadap praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.