Permintaan Ketua KPK Agar Pejabat Nakal Tak Laporkan Kekayaan Bisa Dihukum yang Justru Disindir Balik ICW
Ketua KPK Firli Bahuri. (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri meminta pemerintah dan DPR RI membuat aturan agar pejabat nakal yang tak melaporkan harta kekayaannya bisa dihukum pidana. Hanya saja, permintaan ini disindir Indonesia Corruption Watch (ICW) karena Firli sendiri tidak patuh dalam menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan LHKPN yang dapat diakses secara bebas oleh masyarakat sebenarnya menjadi alat deteksi dini. Hanya saja, masih banyak pejabat negara yang tak mau melaporkan harta yang mereka miliki sehingga menimbulkan kecurigaan.

"Tidak salah bila terhadap pejabat yang enggan melapor harta kekayaan, masyarakat berpandangan ada sesuatu yang disembunyikan. Barangkali, itu karena ada hasil korupsi," kata Firli melalui utas pada akun Twitternya @firlibahuri.

Ia kemudian memaparkan kewajiban melaporkan harta kekayaan lewat LHKPN sebenarnya sudah diatur melalui UU Nomor 28 Nomor 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN yang kemudian diperkuat lewat UU KPK.

Hanya saja, masih banyak pejabat negara yang abai untuk melaporkan kekayaan mereka. Salah satunya adalah petinggi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Firli mengatakan tahun ini, baru ada 202 dari 1.094 atau 18,46 persen pejabat di BUMD yang melaporkan harta mereka. Padahal, tenggat waktu pelaporan sudah lewat tujuh bulan lamanya sejak 31 Maret lalu.

Tak hanya ketidakpatuhan, Firli juga mengungkap ada 95 persen data LHKPN yang ternyata tidak akurat. "Banyak penyelenggara negara tidak jujur melaporkan harta kekayaan mereka. Mulai tanah, bangunan, rekening bank, sampai investasi lain, ada saja yang mereka sembunyikan," tegas eks Deputi Penindakan KPK ini.

Meski begitu, KPK tidak bisa berbuat banyak karena tak ada payung hukum untuk memberi sanksi tegas bagi para pejabat yang tak jujur tersebut. Sehingga, komisi antirasuah mendesak adanya revisi UU Nomor 28 Tahun 1999 dengan menambahkan hukuman pidana selain hukuman administratif yang dianggap tak maksimal.

"Ketidakpatuhan melaporkan harta kekayaan bagi pejabat publik merupakan salah satu mental korup yang harus dikikis! Oleh karena itu, kita mendesak @DPR_RI dan pemerintah menggodok aturan sanksi yang dapat memaksa penyelenggara negara patuh melaporkan kekayaan," ungkap Firli.

"Sudah saatnya pula menghadirkan aturan pembuktian terbalik bagi penyelenggara negara. Mereka harus bisa membuktikan harta kekayaan yang dimiliki tidak diperoleh dari hasil korupsi. Dengan begitu, pencegahan korupsi baru bisa bertaring," imbuhnya.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengamini jika pemberian sanksi pidana bagi pejabat yang abai melaporkan harta kekayaannya perlu dibuat. Hanya saja, peneliti ICW Kurnia Ramadhana kaget jika permintaan ini datang dari Firli Bahuri.

Penyebabnya, Firli dulu juga tidak taat melaporkan harta kekayaannya. "Berdasarkan data KPK, Firli diketahui tidak melaporkan harta kekayaan saat mengakhiri jabatannya sebagai Kapolda Nusa Tenggara Barat, mengawali jabatannya sebagai Kapolda Sumatera Selatan, dan juga saat mengakhiri jabatannya sebagai Kapolda Sumatera Selatan," ungkap Kurnia dalam keterangan tertulisnya.

Melihat kondisi itu, dia pun mengingatkan para pembuat undang-undang perlu menambahkan hukuman pidana bagi pejabat yang tak patuh melaporkan kekayaannya. Apalagi, sanksi administratif dalam perundangan masih dianggap remeh oleh para pejabat yang wajib melapor.

"Berangkat dari permasalahan Firli dan realita pejabat publik lainnya, maka penting bagi pembentuk undang-undang segera mengkriminalisasi dengan ancaman pidana penjara terhadap para penyelenggara negara yang tidak patuh melaporkan LHKPN," kata Kurnia.

"Sebab, sanksi administratif yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tidak berjalan efektif dan justru dianggap remeh oleh para penyelenggara negara," pungkasnya.