Ketua KPK ke BPK-BPKP: Kalau Ada Perkara yang Ditangani Segera Hitung Kerugian Negaranya
Ketua KPK Firli Bahuri saat menghadiri Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi Aparat Penegak Hukum Jawa Tengah (DOK Humas KPK)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri meminta jajaran Badan Pemeriksa Keuangan maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) segera menghitung kerugian negara ketika aparat penegak hukum tengah melakukan pengusutan korupsi.

Hal ini disampaikannya dalam Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi Aparat Penegak Hukum Jawa Tengah.

Kegiatan tersebut dilaksanakan di Mapolda Jawa Tengah dan dihadiri oleh Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda), Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati), Kepala Pengadilan Tinggi, Kepala Perwakilan BPK, Plt. Kepala Perwakilan BPKP wilayah Jawa Tengah beserta jajarannya.

"Sampai saat ini tidak ada perkara yang bisa disidangkan tanpa perhitungan kerugian keuangan negara dari BPK atau BPKP. Saya minta kalau ada perkara yang ditangani jaksa atau polisi segera hitung kerugian negaranya," kata Firli dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Jumat, 12 November.

Tak hanya itu, dia juga meminta semangat pemberantasan korupsi yang sama juga terus dibangun oleh penyidik, penuntut umum, auditor hingga hakim. Firli mengatakan selain hukuman badan harus ada hukuman tambahan yang diberikan kepada pelaku tindak korupsi.

"Kami minta kepada ketua pengadilan bahwa dalam kerangka pemberantasan korupsi, selain hukuman badan, ada ancaman tambahan yang lebih penting, yaitu denda, uang pengganti, dan pencabutan hak politik. Ini akan memberikan efek jera," ungkap eks Deputi Penindakan KPK itu.

Selain itu, Firli juga mengingatkan seluruh aparat penegak hukum harus bersatu dan bersinergi dalam melakukan pemberantasan korupsi. Khususnya bagi aparat di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

Dengan bersinergi dan bersatu, dia meyakini tidak ada lagi praktik korupsi yang bisa merugikan masyarakat. "Kalau semua APH bersatu tidak ada lagi korupsi di Indonesia," tegas Firli.

Sinergitas dan kesatuan antar penegak hukum mutlak harus dilaksanakan agar pemberantasan korupsi makin efektif dan efisien. Apalagi, dalam upaya ini sudah banyak aturan yang dibuat mulai dari UU Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hingga UU Nomor 31 Tahun 1999.

"Inilah wujud semangat anak bangsa untuk perangi korupsi. Tapi, sampai saat ini korupsi masih merajalela," tegas Firli.

"Mari kita rapatkan barisan untuk tidak abai dan ramah terhadap praktik-praktik korupsi," pungkasnya.