Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menilai penghitungan kerugian negara harusnya bisa dilakukan oleh penyidik sesuai putusan Mahkamah Konstitusi. Tujuannya demi mempercepat penanganan kasus korupsi.

Hal ini disampaikan Alex di hadapan Kepala Kepolisian Daerah, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Pengadilan Tinggi, Kepala BPK, dan Kepala BPKP beserta para jajarannya di wilayah Kalimantan Timur dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pemberantasan Korupsi Terintegrasi.

"Mengatasi lambatnya proses penghitungan kerugian negara oleh BPK dan BPKP, penyidik seharusnya bisa melakukan penghitungan itu sendiri berdasarkan putusan MK," kata Alexander yang dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa, 8 Maret.

Alexander mengatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara merupakan hal yang harus dibuktikan dalam penanganan perkara korupsi yang didakwa menggunakan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.

Hanya saja, penghitungan yang dilakukan BPK maupun BPKP bukan pada ranah korupsi tapi perbendaharaan negara. Karena, hasil penghitungan tersebut sebenarnya belum menunjukan siapa yang membayar kerugian atau sifatnya belum konkret dan individual.

Dengan kondisi ini, akhirnya yang tetap menentukan ada atau tidaknya kerugian negara adalah hakim. Sehingga, Alexander bilang, hal tersebut kerap memperlambat proses penanganan kasus korupsi.

"Yang kami harapkan dari pemeriksaan kerugian keuangan negara adalah tidak harus dari auditor negara, supaya penanganan perkara korupsi cepat, tidak lewat dari satu tahun,” ujarnya.

Meski begitu, Alexander menekankan perlunya kompetensi penyidik dalam menghitung kerugian keuangan negara. Sehingga perkara dapat berjalan lancar, tanpa harus mengandalkan audit investigasi dari BPK atau BPKP.

Lebih lanjut, dalam rangka pelaksanaan fungsi koordinasi dan monitoring KPK, Alexander meminta aparat penegak hukum serta inspektorat daerah untuk mencegah praktik korupsi yang terjadi di daerahnya masing-masing.

Untuk itu, Alexander meminta agar APH berperan lebih aktif dalam melakukan pengawasan untuk mencegah terjadinya korupsi, khususnya pada proses pengadaan barang dan jasa yang rentan.

"Pencegahan korupsi sejak dini lebih efektif menyelamatkan kerugian keuangan negara, dibanding setelah terjadinya korupsi," pungkasnya.