Bagikan:

NTB - Salah seorang terdakwa korupsi benih jagung proyek pengadaan tahun 2017 di Nusa Tenggara Barat, yakni Aryanto Prametu menggugat perdata Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.

Kuasa hukum penggugat, Emil Siain membenarkan adanya gugatan perdata oleh kliennya yang kini sudah teregistrasi di Pengadilan Negeri Mataram dengan Nomor Perkara 304/Pdt.G/2021/PN Mtr.

"Klasifikasi perkaranya PMH (perbuatan melawan hukum). Dasar kami mengajukan, melihat dari cara BPKP melakukan audit. Banyak dia langgar dalam proses pemeriksaan. Mereka tidak 'fair'," kata Emil di Mataram, Kamis, 16 Desember.

Salah satu persoalan yang menjadi materi gugatan, jelasnya, perihal pengembalian kerugian yang tidak dimasukkan BPKP sebagai bahan pertimbangannya dalam menentukan kerugian negara Rp15,43 miliar.

"Termasuk pembayaran denda, dua kali klien kami bayar denda totalnya Rp800 juta. Itu di luar pengembalian kerugian negara Rp7,5 miliar, hasil hitung BPK RI (tindak lanjut temuan Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian)," ujarnya.

Koordinator Pengawasan Bidang Investigasi BPKP Perwakilan NTB Tukirin menanggapi perihal adanya gugatan perdata Arianto Prametu sebagai direktur perusahaan penyedia benih jagung tahun 2017, PT Sinta Agro Mandiri (SAM) itu dengan menyatakan kesiapannya.

"Itu (gugatan perdata) kan proses hukum, tentunya kami akan hadapi," kata Tukirin.

Perihal kesiapan dalam menghadapi gugatan perdata tersebut, Tukirin enggan menyampaikan keterangan. Namun dia meyakinkan bahwa BPKP akan mempersiapkannya.

Lebih lanjut, penggugat dalam petitum gugatannya, menyatakan bahwa laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan benih jagung tahun 2017 pada Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB oleh PT SAM tidak memiliki kekuatan pembuktian dan atau hukum yang mengikat.

Penggugat turut menyatakan hukum bahwa akibat perbuatan melawan hukum tergugat, penggugat telah menderita kerugian baik materil mapun moril sehingga menetapkan jumlah kerugian materil penggugat sebesar Rp7,5 miliar dan kerugian moril Rp25 miliar.

Dengan demikian, penggugat meminta agar pihak tergugat membayar ganti kerugian baik materil maupun moril secara tunai dan menghukum tergugat untuk membayar seluruh biaya yang timbul di dalam perkara.

Terakhir, penggugat dalam petitumnya menyatakan hukum putusan dalam perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu walaupun ada upaya banding dan kasasi dan atau putusan serta merta.