BPKP Siap Banding atas Putusan Gugatan Audit Korupsi Benih Jagung
FOTO VIA ANTARA

Bagikan:

MATARAM - Pejabat BPKP Perwakilan Nusa Tenggara Barat menyatakan siap mengajukan upaya hukum banding perihal putusan gugatan perdata di tingkat PN Mataram yang menganulir hasil audit kerugian negara dalam perkara korupsi proyek pengadaan benih jagung pada 2017.

Perkara korupsi proyek pengadaan benih jagung pada tahun anggaran 2017 itu di Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB.

"Dari putusan itu kami siap mengajukan banding," kata Koordinator Pengawasan Bidang Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB Tukirin dilansir Antara, Selasa, 10 Mei.

Sebagai bentuk kesiapan, dia memastikan BPKP NTB akan segera memberikan pernyataan upaya hukum banding ke pengadilan.

"Baru tadi pagi kami terima salinan putusan. Jadi, dalam waktu dekat ini akan kami ajukan. 'Kan masih ada waktu sampai 25 Mei," ujarnya.

Perihal persiapan materi memori banding, pihaknya berkoordinasi dengan BPKP di Jakarta.

"Jadi, untuk materi memori banding, belum bisa kami sampaikan. Nanti saja pas di persidangan," ucapnya.

Perihal langkah BPKP NTB yang bertindak sebagai tergugat, mendapat tanggapan dari Emil Siain, penasihat hukum penggugat Aryanto Prametu, Direktur PT Sinta Agro Mandiri (SAM).

"Kalau mereka melayangkan banding, kami otomatis layangkan banding juga. Nanti juga kami siapkan kontra memori," kata Emil.

Menurut dia, ada beberapa amar putusan majelis hakim yang masih membutuhkan penegasan, salah satunya perihal penggantian kerugian moril dan materiel.

Dalam petitumnya, Emil meminta kerugian moril dan materiel atas hasil audit yang dilakukan BPKP itu Rp32,5 miliar.

"Kerugian materiel dan moril itu dikabulkan majelis hakim. Akan tetapi, tidak disebutkan angka nominal seperti petitum yang kami ajukan, itu yang nanti jadi salah satu bahan," katanya.

Perihal pernyataan lain dalam amar putusan, seperti mengabaikan pengembalian kerugian negara senilai Rp7,59 miliar oleh penggugat, menurut Emil hal itu sudah senada dengan materi pembelaan pada persidangan di tingkat pertama di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram.

"Kan dasar BPKP melakukan audit itu sudah ada diatur dalam Peraturan BPKP Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengelolaan Kegiatan Bidang Investigasi. Di situ tidak boleh ada lembaga audit yang kembali melakukan penghitungan jika sudah ada hasil audit awal dari yang lain, seperti BPK atau inspektorat," kata dia.

Artinya, kata dia, jika sudah ada hasil temuan dari BPK RI yang pengembaliannya ditindaklanjuti oleh Itjen Kementerian Pertanian, seharusnya penyidik tetap menggunakan hasil tersebut sebagai acuan dalam menentukan kerugian negara.

"Bukan malah menggunakan hasil audit BPKP. Jadi, klien kami di sini dibebankan dua kerugian, padahal kerugian hasil temuan BPK, sudah dikembalikan, ini dibebankan lagi hasil BPKP berdasarkan putusan pengadilan," ujarnya.

Ia pun memastikan bahwa pengembalian di tingkat aparatur pengawas internal pemerintah (APIP), dalam hal ini Itjen Kementerian Pertanian, sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Jadi, dalam masa 60 hari pemulihan kerugian di tingkat APIP itu, lahir sebuah kesepakatan untuk pengembalian kerugian dengan cara dicicil selama 2 tahun. Itu sudah lunas dan ada bukti pelunasan," ucapnya.