Bagikan:

JAKARTA - Elektabilitas Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan masih menempati urutan tiga besar dalam survei-survei yang dihimpun lembaga survei nasional. 

 

Terbaru, dalam survei Indikator Politik Indonesia Ganjar Pranowo unggul dengan 26,7 persen, Prabowo Subianto 23,9 persen, dan Anies Baswedan 19,4 persen.

 

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai, trio jawara survei itu masih sama-sama punya peluang untuk menang karena elektabilitas ketiganya masih ada di sekitaran 30 persen bahkan kurang. Belum menembus angka psikologis kemenangan capres dan cawapres yaitu 60 persen. 

"Lihat dulu ketika SBY (Susilo Bambang Yudhoyono, red) pertama kali maju, itu elektabilitasnya sampai 60 dan berpotensi menang dan memang menang," ujar Ujang kepada VOI, Selasa, 10 Mei. 

"Kedua, ketika Jokowi maju di 2014 itu juga diangka 60 persen kurang lebih. Lalu juga menang. Jadi sampai hari ini semuanya masih punya potensi menang karena elektabilitasnya belum sampai ada yang 60 persen," sambungnya. 

Ujang mengatakan, hasil survei ketiga tokoh itu juga dipengaruhi oleh margin error yang bedanya tipis. Selain itu, pasangan cawapresnya juga belum jelas siapa sert partai pengusungnya. Sehingga belum bisa disimpulkan siapa yang bakal keluar menjadi jawara sesungguhnya. 

 

"Ada berapa kubu atau paslon juga belum jelas. Jadi sampai hari ini semuanya berpotensi untuk menang," katanya. 

 

Ujang mengakui masih melihat perkembangan dan dinamika politik ke depan. Sebab, ketiga calon belum mengeluarkan strategi kemenangannya. Meskipun Ganjar Pranowo bisa saja terkendala tak diusung PDIP, kemudian Anies yang 'nganggur' lantaran akan lengser dari kursi gubernur DKI. 

"Saya belum tahu (siapa yang unggul) tergantung perkembangan ke depan. Tergantung siapa yang bisa menggunakan strategi dengan tepat dalam konteks menjaga menaikkan elektabilitas. Siapa diantara ketiganya yang bisa menjaga elektabilitas, artinya mereka paham dengan psikologi politik di Indonesia," pungkasnya.