Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta aparat penegak hukum di Gorontalo berkoordinasi jika kesulitan menangani dugaan rasuah. KPK bisa melakukan supervisi seperti yang diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2019.

"KPK dapat melakukan pengambilalihan perkara setelah melalui sejumlah pertimbangan dan gelar perkara," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 4 Oktober.

Nawawi menegaskan pihaknya siap mengambil alih pengusutan kasus korupsi jika aparat penegak hukum lain kesulitan. Ada tiga alasan KPK bisa melakukan supervisi, salah satunya terdapat pihak yang mengintervensi.

"Pertimbangannya seperti perkara yang berlarut-larut, tidak ada progres, mendapat perhatian masyarakat, ada intervensi, dan kerugian negara yang besar," tegasnya.

Tak hanya itu, KPK juga dapat memfasilitasi pencarian DPO, pemeriksaan fisik, pelacakan aset, pemberian keterangan ahli, dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan. Nawawi bilang, biaya penanganan kasus akan dibebankan pada KPK.

"Harapannya dengan supervisi KPK, ke depannya penanganan perkara korupsi bisa berjalan efektif di Gorontalo. Meski wilayah ini tidak pernah tersentuh OTT, namun cukup banyak pengaduan korupsi ke KPK dari Gorontalo," tegasnya.

Adapun jumlah kasus korupsi di Gorontalo mencapai 86 laporan sejak 2017-2022. Wilayah dengan laporan terbanyak adalah Pemprov Gorontalo sebanyak 21, kemudian diikuti Pemkab Bone Bolango 20, Pemkab Gorontalo Utara 13, Pemkab Gorontalo 12, Pemkot Gorontalo 11, Pemkab Boalemo 6, dan Pemkab Pohuwato 3.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo Haruna menyampaikan apresiasinya kepada KPK yang telah mendukung upaya penegakan hukum tindak pidana korupsi di wilayah Provinsi Gorontalo. Menurutnya, korupsi merupakan extra ordinary crime, yang membutuhkan sinergitas semua pihak dalam pengungkapan perkaranya, termasuk dari KPK.

“Adanya sinergitas ini membuat antar-aparat penegak hukum tidak ada persaingan, tetapi saling mendukung, saling memberi masukan, saling bertukar informasi, sehingga siapapun yang melaksanakan penanganan korupsi bisa berhasil dan tuntas, baik pelakunya diadili maupun aset-asetnya sebanyak mungkin disita,” kata Haruna.

Haruna menjelaskan, selain penindakan, pihaknya juga berupaya memberantas korupsi dengan cara pencegahan. Keduanya berjalan secara simultan di Wilayah Gorontalo.

“Misalnya, kita menangani tipikor lalu kita menemukan tipikor itu terjadi karena kesalahan atau kekurangan sistem. Maka kita memberi masukan, agar sistem yang terjadi tipikor itu supaya berhenti,” ujar Haruna.

Pada kegiatan itu, terungkap sejumlah kendala yang dialami dalam menangani kasus korupsi. Di antaranya, harus menunggu audit BPK/BPKP terlebih dahulu untuk mengetahui kerugian negara.

Menanggapi kendala tersebut, Direktur Bidang Koordinasi dan Supervisi Wilayah IV KPK Elly Kusumastuti menjelaskan, KPK bisa memfasilitasi koordinasi dengan BPK/BPKP untuk melakukan penghitungan kerugian keuangan negara agar bisa berjalan cepat.

Elly menambahkan, saat ini terdapat perkara yang disupervisi KPK dari Gorontalo karena terkendala penghitungan kerugian keuangan negara. Perkara itu yakni dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) Tahun Anggaran 2011 dan 2012 di Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo yang saat ini sedang dalam proses penyidikan.