Alasan Rehabilitasi, Kejagung Hentikan Tiga Perkara Narkoba
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menghentikan penuntutan tiga dari lima perkara tindak pidana penyalahgunaan narkoba dengan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice melalui rehabilitasi. Hal itu berkaitan dengan permohanan rehabilitasi.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana  menyebutkan ketiga penerima restorative justice itu adalah tersangka Dedy Muhajir alias Dedi bin H Anshar dari Kejaksaan Negeri Barru, Sulawesi Selatan, disangka melanggar Pasal 114 ayat (1) subsider Pasal 112 ayat (1) subsider Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Kedua, tersangka Ahmadirsad dan Alfauzan Putra dari Kejaksaan Negeri Pasaman, Sumatera Barat, disangka melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.

"Alasan pemohonan rehabilitasi terhadap para tersangka, karena positif menggunakan narkoba berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap dan merupakan pengguna terakhir," ujar Fadil dikutip ANTARA, Selasa 28 Februari.

Alasan lainnya, kata Fadil, tersangka ditangkap atau tertangkap dengan barang bukti narkoba yang tidak lebih dari jumlah pemakaian untuk satu hari. Kemudian, hasil asasmen terpadu, tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan.

Alasan lainnya, tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau sudah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang.

"Juga ada surat jaminan tersangka menjalani rehabilitasi melalui proses hukum dari keluarga atau walinya," ucapnya.

Jampidum menerima lima pengajuan penyelesaian perkara lewat mekanisme restorative justice, namun hanya tiga yang disetujui. Dua perkara lagi, atas nama tersangka Ilham Hidayat alias Koyaik dan Boyke Mahendra dari Kejaksaan Negeri Pasaman tidak dikabulkan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

"Karena perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh para tersangka bertentangan dengan nilai-nilai sesuai pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021, yaitu keduanya pernah dihukum (residivis)," kata Fadil.

Setelah menyetujui permohonan penghentian penuntutan lewat mekanisme keadilan restoratif, Jampidum memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri masing-masing pemohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.